Gagal Pilkada, Benny K Harman Kambinghitamkan KPK dan Pemilih NTT

Wednesday 13 Sep 2017, 2 : 49 pm
by
Politikus Partai Demokrat. Benny K Harman

JAKARTA-Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diselingi curhat sejumlah anggota dewan yang gagal dalam pilkada lantaran dipanggil lembaga antirasuah.

Karena itu, mereka meminta lembaga superbody pemberantasan korupsi ini agar tidak melakukan pemeriksaan dalam tahap penyelidikan atau penyidikan terhadap para bakal calon Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati selama proses pilkada.

Permintaan ini disampaikan politikus Partai Demokrat, Benny K Harman dan politikus Golkar, Azis Syamsuddin.

Benny K Harman misalnya curhat soal kegagalannya dalam Pilkada Nusa Tenggara Timur (NTT) 2013.

Politikus Demokrat itu kandas lantaran diperiksa KPK menjelang pemungutan suara untuk memberikan beberapa keterangan yang tidak begitu banyak. Namun, kata dia, dampaknya sangat besar bagi karir politiknya.

“(Calon kepala daerah) Jualan integritas. Tapi begitu masuk halaman KPK, ‘wah (dinilai) ini orang enggak betul. Maling juga’. Hancur itu, pak,” kata Benny.

Kolega Benny, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Aziz Syamsuddin sempat menawarkan KPK untuk bekerja sama menjaga privasi seseorang. “Apakah bisa dalam proses klarifikasi, sebelum projusticia kerahasiannya dijaga sehingga proses itu tidak mengganggu kredibilitas si calon yang akan melakukan pilkada,” kata Aziz.

Untuk itu, baik Benny Kabur maupun Azis Syamsuddin meminta KPK agar tidak melakukan pemeriksaan dalam tahap penyelidikan atau penyidikan terhadap para bakal calon selama proses pilkada.

Namun Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus menilai usul Benny dan Aziz ini bukan saja tidak realistis dan diskriminatif tetapi sekaligus merupakan usul yang tidak sesuai dengan semangat rezim pilkada yaitu melahirkan pimpinan daerah Yang Bersih dan Bebas dari KKN untuk menciptakan pemerintahan daerah yang bersih yang menjunjung tinggi asas-asas umum pemerintahan yang baik.

“Permintaan Azis Syamsuddin dan BKH yang demikian itu justru menempatkan KPK dan masyarakat pemilih sebagai kambing hitam ketika seorang kader Partai gagal dalam Pilkada dan sekaligus ingin mempertahankan model pemilhan seperti “membeli kucing dalam karung”,” ujarnya.

Menurutnya, pemeriksaan terhadap seorang bakal calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan atau Walikota/Wakil Walikota oleh KPK dalam suatu perkara korupsi, harus ditempatkan sebagai agenda prioritas. Pasalnya, hampir semua kasus korupsi yang ditangani oleh KPK bersumber dari Laporan Masyarakat.

Bahkan berdasarkan data yang dimiliki oleh ICW dan Kementerian Dalam Negeri, menunjukan masih banyak Gubernur, Bupati, Walikota dan Wakil-Wakillnya masih terlibat dalam berbagai kasus korupsi saat menduduki jabatan sebagai Penyelenggara Negara atau sebagai incumbent.

Kejahatan korupsi seorang bakal calon Gubernur, Bupati, Walikota atau Wakilnya justru terendus pada saat mencalonkan diri kembali atau dicalonkan lagi untk periode berikutnya.

Karena itu Azsis Syamsuddin dan BKH tidak boleh “mempolitisasi” peran partisipatif masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

“Dan tidak boleh “mempolitisasi” posisi KPK untuk berhenti melakukan penindakan terhadap sesorang kader Partai Politik ketika terlibat dalam sebuah proses politik,” tegasnya.

Permintaan Azisi Syamsuddin dan BKH agar KPK tidak memproses hukum seseorang ketika menjadi bakal calon atau calon Gubernur, Bupati, Walikota dan Wakil-Wakilnya, jelas tidak hanya merusak jati diri KPK sebagai lembaga independen tetapi juga bertentangan dengan prinsip hukum dimana KPK oleh UU diwajibkan untuk mendahulukan penanganan perkara korupsi dari perkara yang lain.

“Satu hal yang harus diingat oleh BKH dkk di DPR adalah kewajiban DPR untuk tetap menjunjung tinggi misi mulia KPK yaitu membangun sistim penegakan hukum yang lebih baik guna menciptakan “Pemerintahan Yang Bersih dan Bebas dari KKN”,” tegasnya.

Sehingga dengan demikian pemeriksaan seorang bakal calon Gubernur,Bupati, Walikota atau Wakilnya selama proses pilkada harus menjadi agenda prioritas KPK. Namun syaratnya,  tidak boleh berdasarkan pesanan lawan politik para peserta pilkada.

“Karena dengan proses hukum terhadap sesorang dalam pilkada, maka KPK turut membantu melahirkan seorang Pejabat yang bersih dari KKN,” imbuhnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Penumpang Bandara Banyuwangi Meningkat, Tembus 1.000 Orang Per Hari

BANYUWANGI-Aksesibilitas udara Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur semakin mumpuni. Hal

Jokowi Tunjuk Nusron Wahid Jadi Kepala BNP2TKI

JAKARTA-Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya melantik politisi Partai Golkar, Nusron