Gus Mis: Tamasya Al Maidah Sangat Memalukan

Sunday 26 Mar 2017, 1 : 39 pm
by
Intelektual muda NU, Zuhairi Misrawi

JAKARTA-Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Zuhairi Misrawi mengeritik keras sikap kelompok pendukung  pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang menggunakan isu agama dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, termasuk rencana gerakan tamasya Al-Maidah saat pencoblosan pada 19 April 2017. Pasalnya, mobilisasi massa dari luar Jakarta justru berpotensi menimbulkan kegaduhan baru yang bisa menyebabkan kondisi politik Jakarta tidak kondusif.  “Saya kira ini sebuah kemunduran bagi Islam yang Rahmatan lil’alamin di Jakarta dan Indonesia. Tamasya Al Maidah ini sangat memalukan sekali. Karena ayat Alquran yang sangat suci digunakan secara politis untuk kepentingan kelompok  jangka pendek,” ujar Zuhairi di Jakarta, Minggu (26/3).

Seperti diketahui, gerakan Tamasya Al Maidah merupakan bagian dari Aksi Bela Islam dengan mengajak warga di luar DKI agar ikut menjaga TPS-TPS saat Pilkada DKI putaran kedua pada 19 April nanti.

Menurut Zuhairi, pemanfaatan ayat suci Alquran untuk kepentingn politik menyesatkan. Karena itu, dia meminta kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk menggunakan rasionalitas dan hati nurani agar tidak membawa agama ke ranah politik. Hal ini penting agar Islam tetap menjadi agama yang menjadi rahmat bagi alam semesta. “Warga DKI Jakarta harus memilih pemimpin yang bisa menjamin tegaknya kebhinekaan kita. Dan harus hati-hati. Jika kita tidak hati-hati memilih maka taruhannya sangat besar bagi republik ini,” tuturnya.

Direktur Moeslim Moderat Society (MMC) ini meminta paslon Anies-Sandi yang bertarung di DKI Jakarta untuk  berhenti menggunakan Alquran sebagai alat politik. Termasuk penggunaan ayat Al Maidah 51.

Apalagi, tidak ada penafsir klasik yang otoritatif yang menyebutkan Al Maidah 51 berisikan larangan bagi pemimpin non muslim.  Karena memang terang dia, Al Maidah 51 bukan ayat pilkada, tetapi ayat perang. Dengan demikian, siapapun tidak bisa menjadikan Al Maidah 51 ini sebagai dalil melarang pemimpin non muslim. “Ada banyak tafsir yang ada didalamnya. Kita tidak bisa mengambil kesimpulan yang ajeg bahwa Al Maidah 51 itu merupakan ayat yang melarang non muslim menjadi pemimpin.  Ketika mempolitisasi Al-Maidah 51 untuk tujuan politik, tentu sangat merendahkan Alquran,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan pilkada DKI Jakarta menjadi ujian bagi masa depan Islam yang Rahmatan lil’alamin di Indonesia.  Hal ini seiring dengan maraknya penggunaan masjid sebagai tempat untuk berpolitik. “Politisasi masjid sangat kentara. Dan itu menjadi batu sandungan bagi Islam yang Rahmatan lil’alamin di Jakarta dan Indonesia,” terangnya.

Zuhairi juga menyayangkan ada pendukung pasangan calon gubernur yang memanfaatkan masjid-masjid di Jakarta sebagai tempat untuk berpolitik (berkampanye). Sebab dikhawatirkan, Indonesia nantinya mirip Mesir yang terus berkonflik jika masjid terus dijadikan sarana untuk berpolitik.

Pemerintah di negeri ‘Firaun”  itu tidak mampu menghentikan politisasi masjid yang dilakukan kelompok radikal, sehingga muncul konflik politik berkepanjangan.  “Politisasi masjid menjadi ancaman yang sangat serius bagi kebhinekaan Indonesia. Dan kita harus belajar dari beberapa negara di Timur Tengah seperti Mesir. Negeri ini menjadi negara gagal sekarang karena tidak mampu menghentikan aktifitas politik di Masjid,” tuturnya.

Meski sangat berbahaya, Zuhairi mengaku bersyukur pemanfaatan masjid sebagai ajang kampanye politik hanya terjadi di Jakarta. “Saya tidak bisa membayangkan kalau kemudian ini terjadi diseluruh Indonesia? Saya kira, ini sebuah ancaman serius bagi masa depan Islam yang Rahmatan lil’alamin,” tuturnya.

Karena itu dia meminta  agar pendukung Anies-Sandi segera menghentikan politisasi masjid. “Sebab ini saja merendahkan masjid. “Masjid itu Rumah Tuhan, bukan tempat politik dan kampanye. Kalau ada pihak-pihak yang menggunakan masjid sebagai ajang kampanye maka mereka sedang merendahkan masjid sebagai Rumah Tuhan. Dan didalam UU Pemilu sebenarnya sudah jelas, ada larangan berkampanye di tempat ibadah,” tuturnya.

Sementara itu, Wakil Katib Syuriah PWNU DKI-Jakarta Taufik Damas mengingatkan Islam itu agama yang menjunjung keadilan dan rahmat bagi semua orang tanpa membeda-bedakan. Tapi, yang terjadi sekarang di saat Jakarta menggelar Pilkada, banyak orang radikal yang menggunakan ayat-ayat Alquran untuk mengancam orang lain yang tidak sepaham. “Ini menjadi tanggung jawab negara untuk mengoreksi. Ayat Al-Maidah itu tidak ada hubungannya dengan Pilkada. Tapi salah tafsir atas ayat itu terus disuarakan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BPJAMSOSTEK Tampil Prima Selama Pandemi Dengan Transformasi Layanan

JAKARTA – BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) menjadikan momen penghujung tahun 2020 ini

OJK dan Bank Sentral Timor Leste Bahas Kerjasama Sektor Keuangan

JAKARTA-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Banco Central de Timor- Leste