Harga Minyak Anjlok, Kondisi Darurat Bagi Penerimaan Negara

Wednesday 20 Jan 2016, 10 : 57 pm
by
ilustrasi harga minyak turun/dok konfrontasi.com

JAKARTA-Anjloknya harga minyak dunia hingga menyentuh titik terendah dalam 12 tahun terakhir mulai mengkhawatirkan. Tak ayal, situasi ini membuat sektor hulu migas dan penerimaan negara dalam kondisi darurat.  “Terus merosotnya harga minyak dunia yang menyentuh level dibawah USD 30/ Barel merupakan ancaman terberat yang harus dihadapi oleh pemerintah,”  ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Rabu (20/1).

Sebagaimana diketahui, pasar saham Asia bergerak melemah di tengah anjloknya harga minyak dunia di bawah USD 28 per barel. Pasar saham Hang Seng di Hong Kong anjlok 3,8 persen di perdagangan hari ini. Sementara itu, Nikkei di Jepang juga anjlok 3 persen. Kecelakaan harga minyak dunia semakin parah karena tingginya kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi dunia. Investor tambah gelisah karena membanjirnya pasokan global. Belum lagi Iran sedang mempersiapkan diri untuk menjual minyak ke pasar global pada bulan mendatang.

Menurut Ferdinand, penurunan harga minyak ini memperburuk pemulihan ekonomi yang sedang berjalan lambat.  Tentu, konsekwensinya sangat berat bagi negara. “Penurunan harga minyak ini tentu membawa kondisi darurat disektor hulu migas kita, ancaman kerugian, kebangkrutan dan pengurangan karyawan disektor ini akan sangat besar. Target lifting di APBN yang ditetapkan sekitar 830.000 barel/hari sepertinya akan terganggu,” tegasnya.

Bahkan akan terjadi penurunan angka lifting besar besaran karena hampir dapat dipastikan KKKS akan melakukan evaluasi angka lifting. Karena semakin besar lifting maka semakin besar kerugian yang terjadi. Akan menjadi pilihan pahit bagi KKKS yang terpaksa akan mengurangi lifting dan mengurangi jumlah karyawan.

Karena itu, pemerintah harus segera mengundang seluruh KKKS untuk duduk bersama membicarakan ini”. Kami menduga penurunan lifting hingga 30% akan terjadi demi menyelamatkan perusahaan. Dengan demikian akan berdampak pada penerimaan negara dari sektor ini. Belum lagi dengan besarnya deviasi antara asumsi harga minyak di APBN yang ditetapkan sekitar USD 60/barel dengan harga faktual yang cuma berkisar 50% nya. Tentu asumsi ini juga akan semakin membuat money ilution di APBN kita makin besar dan ini tidak baik,” imbuhnya.

Untuk itu, dia  menyarankan pemerintah segera merevisi asumsi harga minyak dalam APBN dan target lifting. Langkah ini dibarengi dengan evaluasi besar besaran terhadap cost recovery serta memberikan keringanan keringan tertentu bagi KKKS untuk bisa bertahan dimasa sulit ini. “Pemerintah terutama dalam melakukan evaluasi terhadap cost recovery, harus mampu menurunkan biaya cost recovery sebesar 20% -30% dari angka yang ditetapkan sekarang di APBN. Tanpa menurunkan lifting dan mengevaluasi cost recovery, kami yakin satu persatu perusahaan KKKS kita akan mengalami kematian perlahan,” imbuhnya.

Menurutnya, hal ini tidak bisa dihindarkan dan menjadi pil pahit harus ditelan untuk menjadi obat. “Kita lihat gelagatnya seperti Cevron yang akan melepas operasinya di Kalimantan dan tidak ingin lagi memperpanjang kontraknya pada 2018. Ini jelas karena Cevron melihat tidak ada keuntungan lagi bila terus mengelolanya ditengah merosotnya komoditi ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ferdinand berharap, pemerintah berhati hati meninjau ulang semua kebijakan disektor ini. Apalagi, ancaman besar sedang menghadang bangasa Indonesia. Sebab, anjloknya harga minyak ini menekan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Ini tentu sangat mungkin terjadi, karena sekitar 50% penerimaan negara dari sektor migas merupakan money ilution. Asumsi USD 60/barel ternyata faktualnya dekitar USD 30/ barel, ini artinya 50% dari asumsi itu sesuatu yang tidak nyata. “Jika satu hari lifting 830.000 barel dikalikan USD 60 maka totalnya sekitar USD 49,8 Juta namun faktualnya 50% dari total tersebut adalah ilusi, belum lagi dikurangi hak bagian KKKS. Artinya kita hampir tidak mendapatkan apa apa. Maka itu perlu segera pemerintah menempuh langkah langkah konkret untuk menyelematkan sektor ini dari kondisi darurat dan dari kematian yang menunggu,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Literasi dan Inklusi

CAR Kurang dari 4%, OJK Cabut Izin Usaha PT BPR Nusa Galang di Sumut

MEDAN – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan keputusan pencabutan izin usaha PT

Benny: Tidak Cukup Sanksi Etik Bagi Hakim Arief

JAKARTA-Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhi sanksi etik berupa teguran