IGJ: Bergabung di TPP, Jokowi Mengkhianati Konstitusi

Wednesday 28 Oct 2015, 12 : 38 pm
by
Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Barack Obama di Gedung Putih, Washington DC, Selasa (27/10/2015). Tak hanya soal ekonomi dan demokrasi, dalam pertemuan bilateral itu, Obama dan Jokowi juga menyinggung soal perubahan iklim.

JAKARTA-Presiden Joko Widodo telah melakukan kesalahan fatal dengan menyepakati Indonesia bergabung ke dalam Trans Pacific Partnership (TPP) selepas kunjungannya ke Amerika Serikat (AS) minggu ini. Hal ini karena ketentuan TPP bertentangan dengan Konstitusi, khususnya terkait dengan kedaulatan negara atas penguasaan dan pengelolaan perekonomian nasional yang diatur dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar RI.

Manajer Riset dan Monitoring Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, menjelaskan TPP memiliki 29 bab ketentuan liberalisasi perekonomian yang didalamnya disusun sesuai dengan standard dan kepentingan AS. Bahkan cakupan aturannya sangat luas dan komprehensif. Sehingga TPP berpotensi terhadap hilangnya kedaulatan negara atas pengelolaan perekonomian nasional dalam rangka mencapai kemakmuran masyarakat. “TPP telah menghilangkan kontrol negara atas sektor public yang strategis bagi masyarakat dengan meminta untuk menghapus daftar negative investasi di sektor ini. Bahkan, TPP hendak memasung peran BUMN dalam mengelola sumber kekayaan nasional. Dukungan pemerintah yang besar terhadap BUMN dianggap telah menciptakan kompetisi yang tidak adil, sehingga TPP melarang segala bentuk dukungan untuk BUMN”, terangnya.

Seperti diketahui, di depan Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, Presiden Jokowi menyatakan minat Indonesia untuk bergabung menjadi anggota TPP. TPP ini merupakan pakta perjanjian perdagangan bebas antar negara di Asia Pasifik, yang digagas AS sejak 2010 di bawah pimpinan Obama.

Obama mendapatkan dukungan dari Indonesia, setelah pada 2011 lalu sempat ditolak oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Obama pasti sangat senang, karena Indonesia merupakan negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara.

Menurut Rachmi, TPP akan membuka akses perusahaan asing kepada kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang nilainya mencapai Triliyunan dollar AS dari serapan APBN. “Ini bisnis yang menggiurkan bagi korporasi AS. Sehingga TPP menerapkan aturan non-diskriminasi dan national treatment bagi perusahaan asing dalam kegiatan ini,” terangnya.

Pada 5 Oktober 2015, TPP yang dikomandoi AS telah mencapai kesepakatannya dan artinya Indonesia akan berunding setelah beberapa standar penting selesai dinegosiasikan. Seperti Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) yang berpotensi menghilangkan akses masyarakat terhadap obat-obatan murah serta hilangnya kedaulatan pangan akibat kriminalisasi petani kecil akibat aktivitas budidaya tanaman. “Posisi Indonesia yang akan bergabung ke dalam TPP setelah TPP disepakati oleh 12 negara menyebabkan Indonesia tidak memiliki banyak ruang untuk bernegosiasi dan memiliki posisi tawar yang rendah. Sehingga tidak ada pilihan lain selain mengikuti standar yang telah ditetapkan sebelumnya”, tambah Rachmi.

Oleh karena itu, IGJ mengingatkan Jokowi untuk tidak gegabah memutuskan keterlibatan Indonesia di dalam TPP. Pilihan terhadap TPP juga bukan strategi yang tepat bagi pemulihan perekonomian nasional. Sehingga TPP bukan jawaban bagi Indonesia.

TPP diinisiasi oleh Amerika Serikat (AS)dalam rangka untuk mendongkrak perekonomiannya melalui penghapusan berbagai bentuk hambatan perdagangan dan investasi AS di negara mitra TPP. Pembentukan TPP oleh AS juga dilatarbelakangi untuk menyaingi dan menghambat dominasi China di Asia Pasifik, dimana China telah banyak diuntungkan dengan mengikatkan banyak perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara ASEAN dan 6 negara Asia Pasifik lainnya seperti India, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan New Zealand.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Tingkatkan Inklusi Keuangan Kalangan Disabilitas, BNI Perkuat Sosialisasi

JAKARTA-PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terus memberikan

Tekan Defisit, Industri Berorientasi Ekspor Terus Digenjot

JAKARTA-Pemerintah sedang memprioritaskan pengembangan sektor industri yang berorientasi ekspor. Upaya