INDEF: Indonesia Sudah Terjebak GDP Oriented

Thursday 26 Jun 2014, 4 : 56 pm
by

JAKARTA-Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri berharap agar pemerintahan baru mampu mengubah arah pembangunan ekonomi berorientasi pada PDB menuju pola pemerataan pembangunan atau PDB hanya sebagai indikator. Jika konsep pembangunan ini tidak diubah maka maka Indonesia akan semakin nyata mengalami kegagalan dalam mewujudkan kesejahteraan yang merata pada seluruh lapisan masyarakat. “Sekarang di dunia, termasuk Indonesia sudah terjebak pada GDP oriented. Sehingga, pembangunan telah diorientasikan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” ujar ekonom senior Indef, Didin dalam sebuah seminar dengan tema “Kajian Tengah Tahun Indef 2014; Pembaruan Ekonomi atau Status Quo?” di Jakarta, Kamis (26/6).

Dia berharap, pembangunan ekonomi kerakyatan yang dijanjikan capres Prabowo Subijanto dan Joko Widodo bisa terealisasi, sehingga arah pembangunan akan mengesampingkan pola GDP oriented. Hal ini penting dilakukan, karena selama ini Indonesia sudah mengalami ketimpangan yang tinggi pada tingkat kesejahteraan masyarakat. “Beruntungnya, sekarang ini kedua calon presiden kita mengusung visi yang mengedepankan ekonomi kerakyatan,” kata Didin.

Didin mengatakan, pada 2014 rasio tingkat kesenjangan ekonomi dari sisi konsumsi masyarakat (gini ratio) sudah mencapai 0,43, padahal di 2004 angkanya jauh lebih kecil, yakni hanya 0,32. “Bahkan, ada yang mengatakan bahwa gini ratio kita itu sudah sebesar 0,48,” ujar Didin.

Lebih parahnya lagi, ungkap Didin, gini ratio dari segi pendapatan masyarakat sudah lebih dari 0,5. “Gini ratio pendapatan kita, berdasarkan studi mahasiswa strata tiga yang mencapai 0,5 ini adalah sangat buruk bagi perekonomian kita. Itulah kondisi Indonesa yang terjadi saat ini,” paparnya.

Namun demikian, lanjut dia, situasi yang agak melegakan adalah adanya spririt dari kedua capres untuk melakukan reorientasi pembangunan ekonomi ke arah pemerataan tingkat kesejahteraan. “Tetapi, konsekuensinya, pemerintahan baru perlu menggeser pembangunan ekonomi yang GDP oriented menuju pembangunan yang menjadi GDP sebagai indikator ekonomi,” jelas Didin.

Dia memaparkan, pembagunan yang hanya berorientasi pada PDB akan menempatkan instrumen pasar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tanpa negara harus aktif dalam mengemas regulasi sosial yang berpihak kepada masyarakat secara umum. “Di sini, kelompok miskin harus bertarung dengan kelompok kaya dalam merais akses ke berbagai sumber daya,” ucapnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

suspensi, BEI, Saham HITS, KJEN

Harga Bergerak Tak Wajar, BEI Cermati Perkembangan Pola Transaksi SLIS

JAKARTA-Data perdagangan saham PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS) sejak
Pefindo memberikan peringkat idA kepada ERAA, dengan outlook untuk peringkat perusahaan di level 'Stabil'. Peringkat ini berlaku hingga 1 September 2022.

Pefindo Kembali Tetapkan Rating BJBR di Level Double A Minus

JAKARTA-PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) kembali menetapkan peringkat PT Bank