Indonesian Grocery VS Sekolah Ekspor Dejavu Disabilitas Pemerintah Atasi Problem Ekspo

Wednesday 24 Feb 2021, 1 : 58 pm
by
Ketua Komite Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU), Yoyok Pitoyo,

Oleh: Yoyok Pitono

Ekspor produk Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) saat ini dapat menjadi solusi paling strategis dalam memulihkan kondisi perekonomian bangsa.

Sebab bukan rahasia lagi bahwa produk UMKM Indonesia memiliki kapasitas yang kompetitif dalam pasar global.

Secara fundamental, ekspor bertujuan untuk meningkatkan nilai produk dengan cara melakukan penetrasi pasar di negara dengan daya beli yang lebih tinggi.

Namun dengan ekspor, maka ada beberapa konsekuensi yang dapat menjadi beban tersendiri bagi pelaku UMKM, yaitu spesifikasi produk secara detil dan biaya logistik yang tidak sedikit.

Dewasa ini, pemerintah melalui kolaborasi Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi dan UKM menggagas sebuah program ekspor dengan tajuk “Program 500.000 Eksportir Baru”.

Dalam rangkaian program tersebut, ada beberapa poin kunci yang menjadi titik berat pelaksanaan program, satu diantaranya adalah adanya Sekolah Ekspor.

Bagaimanapun, hal tersebut bukan langkah yang tepat untuk mendorong pelaku UMKM untuk berkontribusi nyata bagi peningkatan eksportasi Indonesia.

Sebelum merambah lebih jauh, perlu diketahui kondisi existing dari pelaku UMKM dan kesulitan yang dihadapi dalam memenuhi impian mereka untuk Go Global.

Pelaku UMKM pada dasarnya sudah memiliki peluang yang sangat besar, bahkan pasar sudah tersedia secara tidak langsung dengan kuatnya komunitas bentukan diaspora di negeri-negeri seberang.

Informasi terkait spesifikasi yang perlu dipenuhi juga bukan sesuatu yang amat sulit untuk mereka peroleh, namun upaya mereka untuk memenuhi spesifikasi tersebutlah yang menjadi kesulitan sebenarnya, di samping biaya logistic yang makin naik.

Secara regulative, kerjasama ekonomi seperti IA-CEPA, IK-CEPA dan sebagainya telah membuka peluang makin luas, namun sepertinya pemerintah masih belum dapat meraba masalah yang sebenarnya.

Justru sampai saat ini, promosi-promosi produk yang mampu memakan anggaran besar namun tidak memberikan pengaruh signifikan tetap dijalankan.

Dan sekarang justru mendorong para pelaku UMKM untuk “back to school”.

Dengan beberapa fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa program baru tersebut hanya sekedar reissue dari paradigma lama dengan wajah baru.

Kolaborasi Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Koperasi dan UKM yang sekarang terjalin ini memang diperlukan, namun sepertinya instinct dan sense of priority belum dapat sepenuhnya berfungsi.

Perlu ada introspeksi terhadap produk yang beredar dalam pasar kita saat ini.

Sekitar 80% produk yang beredar melalui marketplace adalah produk impor dan hanya sekitar 20% sisanya adalah produk lokal.

Akan sangat ironis jika kita tidak dapat mengetahui bagaimana penetrasi produk UMKM asing dapat menembus pasar Indonesia, sedangkan produk UMKM Indonesia mengalami sebaliknya.

Untuk itu, perlu ada peninjauan dan studi yang lebih dalam, berani, dan cerdas.

Jika sampai sekarang kita hanya mengandalkan Lembaga-lembaga pemasaran produk UMKM yang notabenenya merupakan pihak ketiga berorientasi profit.

Artinya pelaku UMKM hanya alasan saja untuk menciptakan atau mempertahankan anggaran-anggaran program yang sifatnya tidak efektif.

Di samping itu, peran Agregator yang kompeten juga sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas kerja terutama memecahkan permasalahan logistik dan pembiayaan sebagaimana diusulkan oleh Menteri Koperasi dan UKM.

Tentunya hal tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan kinerja Lembaga Pemasaran Kemenkop dan UMKM (SMESCO)

Terlepas dari program pemerintah tersebut, program Indonesian Grocery KOPITU berani mengambil langkah yang lebih solutif, praktis dan spesifik.

Dengan menyerang langsung titik lemah system ekspor dan mendorong balik ke pemerintah untuk membuka mata akan kondisi yang sebenarnya.

Tidak hanya membantu, membina dan mendampingi langsung pelaku UMKM namun juga memediasi pemerintah untuk menggeser anggaran yang tidak perlu, ke aspek yang lebih krusial seperti persyaratan legalitas edar produk di negara target dan biaya logistic yang menjadi tanggungan pelaku UMKM.

Dengan penguatan semacam itu, sepertinya pelaku UMKM bisa “bolos sekolah” dan langsung melakukan penetrasi yang nyata, demi peningkatan ekspor bangsa.

 

Penulis adalah Ketua Umum Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pakai Baju ‘Palu Arit’, Susanto Diamankan TNI

TANGERANG-Petugas Komando Rayon Militer Ciputat mengamankan seorang pemuda bernama Susanto

Ini Strategi Ganjar Sejahterakan Guru

BATANG-Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, berjanji bakal meningkatkan kesejahteraan