JAKARTA-Anggota Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Indunstri (KADIN) Indonesia, Soy Martua Pardede menyentil sektor perbankan yang hanya mengikuti pertumbuhan sektor lain ketika berekspansi ke negara ASEAN lainnya. Justru menjelang diberlakukannya ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) itu, perbankan harus inisiatif membuka cabang di luar negeri sehingga dapat memimpin sektor lain seperti pedagangan untuk merambah ke pasar lain di ASEAN. “Sejauh ini masih mengekor sektor perdagangan ketika harus ekspansi ke negara lain di kawasan ASEAN. Jangan terus-terusan the bank follow the trade. Justru momentum menjelang ABIF ini mesti ada perbankan itu harus memimpin, the bank lead the trade,” ujar Soy di Jakarta, Selasa (13/10).
Pernyataan Soy ini sepertinya mengkritisi statement Ketua Dewan Komisoner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D. Hadad. Sebelumnya, Muliaman mengatakan, selama ini perbankan yang merambah ke kawasan ASEAN lain mengikuti sektor-sektor lain dari Indonesai yang sudah buka di sana. Seperti sektor telekomunikasi, industri persemenan, dan sektor perdagangan lainnya. Ini dilakukan untuk mengakselerasi pasar luar yang masih luas seperti di Laos, Kamboja, Myanmar, dan lainnya. “Dengan begitu bank akan masuk (ke Negara tersebut), jika bisnis lain sudah masuk. Untuk itu, kita akan dorong,” kata Muliaman belum lama ini.
Tapi di mata Soy, itu justru salah. Justru sektor perbankan dan dibantu oleh OJK harus memiliki inisiatif tinggi tanpa harus menunggu menunggu pergerakan sektor perdagangan ke sana. “Karena bank itu besar kapasitasnya. Apalagi bank BUMN yang memang kapasitasnya itu sudah setingkat bank ASEAN. Din bank bank BUMN itu berarti ada dukungan dari pemerintah juga. Mengapa tidak mau? Harusnya lebih mengambil inisitaif,” sarannya.
Jika ukuran modal menjadi alasan karena butuh modal besar untuk menjadi regional bank, menurut Soy, justru isu merger bank BUMN perlu dikemukakan lagi. Namun, bukan Bank Mandiri dengan BTN karena mereka memiliki lini bisnis yang berbeda, sehingga tidak matching.
“BTN itu lebih ke perumahan. Sementara Mandiri ke korporasi. Yang cocok merger Mandiri-BNI, itu sama-sama korporasi. Cuma masalahnya masih ada kepentingan dari orang-orang tertentu. Kalau begitu pun sebetulnya masih bisa diatasi melalui holding,” pungkas dia. (TMY)