Kebijakan Stimulus, Peneliti: Sinyal Positif Penanganan COVID-19

Thursday 2 Apr 2020, 11 : 55 pm
Ilustrasi

JAKARTA-Kebijakan pemerintah menggelontorkan dana stimulus sebesar Rp405,1 triliun merupakan sinyal positif untuk menangani COVID-19 secara serius. Hanya saka, kebijakan stimulus itu perlu didukung oleh pelaksanaan prosedur sektoral yang memadai serta kelancaran rantai pasokan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat.

“Tambahan anggaran merupakan sinyal positif pemerintah untuk mengurangi dampak COVID-19, terutama dengan adanya tambahan anggaran bidang kesehatan yang cukup signifikan,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti di Jakarta, Kamis, (2/4/2020)

Menurut dia, sangat sulit untuk mengukur kecukupan jumlah anggaran dalam kondisi saat ini karena minimnya kapasitas pembiayaan negara, apalagi terdapat keterbatasan untuk menambah anggaran dalam jangka pendek, selain melalui realokasi belanja, penerbitan surat utang maupun pinjaman dari lembaga multilateral.

Oleh karena itu, kebijakan memperlebar batas defisit anggaran hingga mendekati lima persen merupakan opsi terbaik untuk menangani persoalan kesehatan, menghindari terjadinya krisis penyebaran yang sedang terjadi di Eropa dan mencegah potensi resesi ekonomi.

Ira mengatakan upaya memperbaiki fundamental ekonomi dengan kebijakan stimulus serta penguatan koordinasi antar otoritas terkait menjadi penting, karena apabila terjadi krisis global, Indonesia bisa menjadi salah satu negara yang terhantam cukup kuat.

“COVID-19 ini juga mengakibatkan naiknya premi risiko, baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Hal ini bisa mengakibatkan kontraksi ekonomi secara global. Yang harus dipastikan adalah, capital flow di antara negara-negara harus berjalan secara lancar dan terbuka untuk mempercepat stabilisasi krisis keuangan,” katanya.

Terkait pemberian stimulus tersebut, ia mengingatkan bahwa implementasi maupun transparansi anggaran anggaran harus dilakukan sesuai tata kelola, terutama untuk perlindungan sosial, karena penerima fasilitas ini harus merupakan masyarakat prasejahtera atau individu yang mengalami PHK.

Sementara itu, untuk penyediaan stimulus kredit bagi usaha rakyat harus memprioritaskan bisnis yang sulit beroperasi di tengah krisis. Penentuan prioritas ini membutuhkan proses identifikasi yang harus dikomunikasikan antara kementerian dan lembaga sektoral yang terkait.

“Jangan sampai stimulus fiskal ini, tidak dibarengi dengan kebijakan moneter dan kebijakan sektoral yang sesuai sehingga menghambat efektivitas kebijakannya. Penurunan bunga acuan BI dimungkinkan, walau harus dibarengi dengan kebijakan sektoral yang menjamin supply,” ujarnya.

Ira mengatakan jika pemerintah hanya berfokus pada stimulus fiskal secara permintaan dan tidak menjamin distribusi pasokan yang lancar, sangat dimungkinkan kebijakan ini hanya akan menyebabkan laju inflasi yang tinggi dan dampaknya malah tidak diserap masyarakat dan pelaku usaha.

Ia juga mengharapkan adanya koordinasi antar kementerian untuk fokus menghindari ancaman terhadap perlambatan ekonomi ini, tidak hanya antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan, namun juga kementerian lain untuk memastikan kontraksi dapat diminimalisir.

Ira mencontohkan, pengurangan pajak impor yang tidak diiringi dengan peran kementerian lembaga terkait, yang menjamin adanya kelancaran distribusi produk impor yang dibutuhkan negeri, maka kebijakan tersebut tidak akan berdampak positif bagi pelaku usaha.

“Selain itu, pemerintah juga harus mulai mempersiapkan kebijakan pasca krisis dan kebijakan fiskal jangka panjang, untuk meningkatkan kepercayaan pasar dan melahirkan ekspektasi positif terhadap kondisi perekonomian,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Hafisz Tohir: Utang Pemerintah Sudah Lampu Merah

JAKARTA-Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menilai, besarnya

PUPR Terus Dorong Perluas Infrastruktur Ramah Disabilitas

JAKARTA-Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berkomitmen mendorong