Nelayan Kecil, Kelangkaan Solar dan Hilangnya Premium

Sunday 3 Apr 2022, 5 : 56 pm
by
Dani Setiawan, Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di Jakarta

Oleh: Dani Setiawan

Pemerintah menyatakan bahwa Pertalite (RON 90) telah masuk ke dalam jenis bahan bakar penugasan, karena ada komponen subsidi pemerintah di dalamnya.

Harganya saat ini ditentukan sebesar Rp7.650 (Harga Premium sebelumnya Rp6.450).

Konsekuensi perubahan ini:

Pertama, Peraturan BPH Migas harus diubah tentang syarat pembelian BBM untuk nelayan dengan memasukan jenis baru ini.

Sebab di lapangan, nelayan pengguna Premium (sekarang Pertalite) tidak bisa beli BBM di SPBU karena harus pakai surat rekomendasi.

Kedua, harga beli Pertalite di tingkat nelayan berpotensi lebih mahal (karena sebagian besar nelayan membeli BBM di eceran).

Hal ini akan menyebabkan biaya melaut nelayan lebih tinggi.

Buat nelayan kecil, dampak struktural hilangnya premium lebih besar daripada solar.

Karena pengguna premium itu biasanya kapal kecil (0-3 GT) yang menggunakan mesin tempel.

Jika diasumsikan mereka beli pertalite 5-10 liter per hari (asumsi minimum), maka biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp43.000 – Rp85.000 (dengan asumsi beli di eceran) atau 38 ribu-76 ribu (beli di SPBU).

Biaya yang dikeluarkan lebih besar dari sebelumnya ketika gunakan Premium.

Bagaimana kira-kira nelayan kecil merespon ini?

Pertama, mengurangi pembelian BBM, konsekuensinya jarak tempuh atau lama melaut akan dikurangi. Bisa berdampak pada berkurangnya pendapatan mereka.

Kedua, tetap beli BBM dengan jumlah normal (jarak tempuh dan lama melaut tidak berubah), tetapi pendapatan akan menyusut dipotong biaya BBM.

Di sisi lain, ada potensi nelayan kecil mendapat keuntungan karena penurunan harga beli BBM Pertalite dengan kebijakan baru ini.

Tetapi syaratnya kuota dan infrastruktur distribusi memadai dan bisa diakses nelayan kecil.
Nelayan anggota KNTI di Tarakan misalnya, selama ini membeli Pertalite Rp8000/liter (mendekati harga normal sekitar Rp7.850-harga wilayah Kalimantan).

Nelayan Lombok Timur beli Pertalite Rp10.000/liter (harga eceran), sedangkan harga normal sekitar Rp7.650.

Begitupun nelayan kecil di Aceh.

Kuncinya ada di kepastian kuota BBM Pertalite dan solar bagi nelayan kecil dan memperbanyak infrastruktur distribusi/SPBUN di lapangan.

Penulis adalah Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Transportasi Online Tak Bisa Dihindari

JAKARTA-Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengingatkan

Bank DKI Syariah Raih Top Sharia Business Unit 2023

JAKARTA-Direktur Keuangan & Strategi Bank DKI Romy Wijayanto (kanan) menerima