Newin: Simbol Negara Direndahkan, DPR Lakukan Lompatan Mundur

Thursday 30 Oct 2014, 7 : 18 pm
by

JAKARTA-Perebutan kursi ketua Komisi dan pimpinan Alat Kelengkapan Lembaga (AKD) di DPR, hingga terjadi perpecahan, dikecam sejumlah aktivis. Apalagi kemudian muncul pimpinan DPR tandingan yang menyatakan mosi tak percaya kepada pimpinan DPR yang telah dilantik.

Direktur Pusat Kajian (PUSAKA) Indonesia Yuventus Newin Bymoreno, mengatakan DPR saat ini sudah melakukan lompatan mundur ke belakang. Bahkan, cara mengelola kelembagaan DPR sudah mirip tata kelola internal partai politik (Parpol) dan organisasi kemasyarakatan (Ormas.  “Ini kemunduran besar. Cara-cara anggota DPR dalam mengelola lembaga lebih mirip cara parpol dan ormas mengelola dirinya. Kalau tidak sepaham bikin tandingan,” tandas Newin dalam diskusi bertajuk “Pemuda Indonesia Bersatu Untuk Membangun Nusantara”, di Cipinang Elok, Jakarta Timur, Kamis (30/10).

Newin mengingatkan para wakil rakyat untuk menjaga kehormatan lembaga DPR sebagai simbol negara yang merepresentasikan seluruh masyarakat Indonesia.  “DPR sebagai simbol negara telah direndahkan demi memenuhi syahwat kekuasaan sekelompok orang. Perebutan boleh saja terjadi, tetapi harus sehat, dan memberi ruang kepada semua elemen,” kata Newin.

Sementara itu, pemerhati budaya, Thomas Boly Latukan, dalam diskusi yang sama, mengatakan untuk membangun Indonesia, harus mengedepankan aspek nilai budaya bangsa.  “Kita ini jangan terlalu terpengaruh budaya luar, lalu mengabaikan demokrasi khas budaya Indonesia. Anda harus catat, yang cocok dengan budaya kita itu adalah musyawarah untuk mufakat, bukan demokrasi yang kebablasan,” kata Boly yang aktif mengembangkan seni pencak di wilayah Tanjung Priok Jakarta Utara itu.

Boly juga mengingatkan para pelaku perubahan di negeri ini agar dapat menyaring arus globalisasi dengan menjaga, memelihara serta melestarikan adat tradisi.  “Boleh rebutan kekuasaan, tetapi harus cerdas rasa dan budi. Kepekaan sosial, keperdulian, dan saling berbagi, itu yang sejalan dengan budaya kita. Bukan menang sendiri,” pungkas Boly.

Thomas Boly juga meminta semua kalangan, untuk selalu mengolah kecerdasan budi, mengolah rasa dan mengolah raga agar mampu membangun Nusantara ke arah yang lebih baik.

Secara terpisah, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengaku prihatin dengan perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini. “Politisi kita belum mampu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi,” kata Yusril.

Menurutnya, seharusnya para politisi tersebut mampu mengedepankan musyawarah dalam memecahkan persoalan bangsa, bukan semata-mata main kuat-kuatan dengan voting. “Kembalilah kepada kepribadian bangsa yang mengedepankan kepentingan bersama dan menjunjung tinggi kemajemukan,” ujar dia.

Dia menegaskan, negara takkan pernah berjalan baik dan sempurna kalau dikuasai oleh satu golongan saja, baik di eksekutif maupun di legislatif. Kekuasaan harus berbagi secara adil dan berimbang. Semua harus diberi kesempatan untuk memimpin lembaga-lembaga negara secara proporsional. “Selamatkan bangsa dan negara dari kekacauan. Inti dari semua itu adalah, para politisi harus mampu menahan diri. Kedepankan kedewasaan berpolitik dan cari penyelesaian kompromi,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Catat! Rekomendasi Pilkada Tangsel Tergantung Megawati

TANGERANG-Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Tangsel, menegaskan calon kepala daerah

Konsumsi Semen Naik Signifikan

JAKARTA-Keseriusan pemerintah mempercepat proyek pembangunan infrastruktur memberikan kegembiraan bagi para