Pandora Papers: DPR Wajib Batalkan Tax Amnesty 2022

Wednesday 6 Oct 2021, 4 : 16 pm
by
Jasmerah merupakan pesan yang masih sangat relevan sampai saat ini. Karena para elit bangsa Indonesia cenderung meninggalkan sejarah. Melupakan sejarah.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Dr Anthony Budiawan

Oleh: Anthony Budiawan

Pandora Papers dibocorkan ke publik. Tentu saja menghebohkan dunia.

Karena melibatkan kepala negara dan para pejabat pemerintah aktif serta orang-orang terkenal dari berbagai belahan dunia.

Menurut informasi dari bbc.com, ada nama kepala negara Azerbaijan, Jordania, Rusia, Kenya, Ukraina, Ekuador, dan masih banyak lainnya.

Tidak terkecuali, juga ada beberapa nama pejabat pemerintah dan pengusaha asal Indonesia.

Mengutip dari Tempo, antara lain ada Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

Selain itu ada beberapa nama pengusaha antara lain Gautama Hartarto, Edward Seky Soeryadjaya, serta keluarga Ciputra.

Pandora Papers adalah daftar perusahaan yang berbasis di negara atau yurisdiksi bebas pajak seperti British Virgin Islands (BVI), Panama dan sejenisnya.

Perusahaan-perusahaan tersebut umumnya dikenal sebagai perusahaan cangkang.
Yaitu, perusahaan yang digunakan sebagai kendaraan investasi untuk menghindari pajak di negara asal.

Melalui perusahaan cangkang, mereka melakukan investasi ke seluruh dunia.

Keuntungan investasi tidak dikenakan pajak penghasilan di negara bebas pajak.

Keuntungan hasil investasi biasanya juga tidak dilaporkan di negara asal, misalnya Indonesia. Karena, kalau harus dilaporkan, untuk apa mendirikan perusahaan cangkang?

Penghasilan yang tidak dilaporkan kepada otoritas pajak melanggar peraturan perpajakan Indonesia.

Karena setiap penghasilan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, yang diperoleh wajib pajak Indonesia harus dilaporkan kepada Direktorat Pajak.

Ini adalah alasan kejahatan pertama, yaitu penggelapan pajak.

Karena investasi melalui perusahaan cangkang umumnya dilakukan untuk penggelapan pajak.

Alasan lainnya adalah, mereka mendirikan perusahaan cangkang umumnya “terpaksa”.

Karena uang tersebut berasal dari uang ilegal. Uang dari penghasilan yang tidak dilaporkan kepada otoritas pajak di negara asal.

Bisa saja uang tersebut berasal dari korupsi, atau dari aktivitas ilegal lainnya seperti judi atau narkoba.

Atau dari uang penggelapan pajak sebelumnya.

Di lain pihak, Indonesia saat ini sedang mewacanakan untuk memberi tax amnesty jilid 2, yang akan berlaku tahun 2022.

Padahal, pemerintah baru memberi pengampunan pajak jilid 1 pada 2016/2017.

Sungguh aneh dan mencurigakan. Kenapa pemerintah rajin mengobral pengampunan pajak?

Apakah rencana pengampunan pajak ini ada hubungannya dengan Pandora Papers, agar uang illegal menjadi legal? Alias untuk pencucian uang. Hal ini patut dicurigai.

Sedangkan bagi nama yang disebut di Pandora Papers, seperti Airlangga Hartarto, Luhut Binsar Panjaitan, Gautama Hartarto, atau Keluarga Ciputra, belum tentu bersalah.

Tetapi, mau tidak mau, publik sudah menghakimi mereka sebagai penyelundup pajak, sebagai pemilik uang ilegal.

Demi keadilan bagi mereka, pemerintah harus menyelidiki. Apakah benar ada penyelundupan pajak.

Apakah benar kekayaan di Pandora Papers berasal dari uang illegal, misalnya dari pandemi korona? Kalau semua bersih, pemerintah wajib membersihkan nama mereka.

Sebaliknya, kalau mereka bersalah, kalau uang tersebut adalah bagian dari uang ilegal, dari uang pandemi korona, maka mereka harus dihukum sesuai peraturan yang berlaku.
Polisi, jaksa, KPK atau Direktorat Pajak harus segera membuka penyelidikan ini.

Sementara itu, rencana tax amnesty jilid 2 harus ditunda. Atau tepatnya dibatalkan. Karena sesungguhnya tax amnesty tidak diperlukan.

Kecuali bagi mereka yang mempunyai penghasilan ilegal. Atau bagi mereka yang menggelapkan pajak.

Untuk itu, DPR harus tegas. DPR wajib membatalkan Tax Amnesty.

Jangan sampai DPR dan parlemen yang terhormat mempunyai citra sebagai pendukung kriminal pajak, atau pendukung pencucuian uang ilegal.

Semoga DPR segera menjadi lembaga legistatif yang disegani: lembaga yang taat hukum dan lembaga pembuat hukum untuk kepentingan rakyat banyak, bukan kepentingan kriminal keuangan.

Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) di Jakarta

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Megawati Nilai Ada Ketidakpahaman Atas “Petugas Partai”, Berikut Penjelasannya

SURABAYA-Presiden Kelima RI yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan

BI Apresiasi Dukungan Industri Dalam Menata Sistem Pembayaran Indonesia

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) mengapresiasi dukungan seluruh pelaku industri sistem pembayaran