Pengadilan HAM Indonesia Gagal

Monday 16 Jun 2014, 11 : 57 am
by

SEMARANG-Pengadilan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang  digelar sejak tahun 2000 masih mengecewakan karena dari 18 berkas perkara yang disidangkan hingga tingkat kasasi hanya satu terdakwa yang dinyatakan bersalah. Kenyataan tersebut menyebabkan kasus-kasus pelanggaran HAM tak tuntas, sumir dan menjadi pergunjingan di masa selanjutnya, terutama saat musim politik.

Menyikapi hal tersebut Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata menggelar seminar bertajuk ‘Penguatan Pengadilan HAM sebagai Mekanisme Penegakan HAM’ pada 26 Juni 2014 di Kampus Unika Soegijapranata Semarang. “Pengadilan HAM Indonesia selama ini gagal menunjukkan rasa keadilan terutama bagi korban karena hampir semua pengadilan yang digelar tidak mampu membuktikan bahwa telah terjadi pelanggaran berat HAM,” tutur dosen Unika Soegijapranata, Yustina Trihoni Nalesti Dewi, di Semarang, Senin (16/6).

Sedangkan di sisi lain, lanjutnya, Komisi Penyelidikan Pelanggaran (KPP) HAM yang dibentuk oleh Komis Nasional (KOMNAS) HAM telah berhasil mengumpulkan fakta dan bukti sebaliknya yang menunjukkan indikasi kuat bahwa telah terjadi pelanggaran berat HAM pada kasus-kasus yang ada.

Pelanggaran berat HAM tersebut dilakukan secara terencana, sistematis serta dalam skala besar dan luas yang meliputi pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penghilangan paksa, kekerasan terhadap perempuan dan anak (termasuk di dalamnya perkosaan dan perbudakan seksual), pengungsian paksa, pembumihangusan dan perusakan harta benda yang kesemuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan tidak terciptanya suatu peradilan yang adil pada Pengadilan HAM. Salah satu penyebabnya adalah karena tidak terjaminnya perlindungan saksi dan korban pelanggaran berat HAM yang menyebabkan para saksi dan korban enggan memberikan kesaksiannya karena mendapat ancaman dan tekanan. “Ketidakhadiran atau keengganan saksi dan korban hadir dan bersaksi di persidangan ini akan sangat mempengaruhi proses dan putusan pengadilan. Keadilan seringkali jadi sulit tercapai tanpa adanya perlindungan saksi dan korban yang memadai. Impunitas akan terus terjadi apabila saksi dan korban tidak merasa cukup berani untuk bersaksi atau mengadu,” tutur Trihoni.

Perlindungan saksi dan korban sangat penting terutama dalam pelanggaran berat HAM karena pelaku biasanya adalah seseorang yang mempunyai otoritas, kekuasaan dan sumber daya untuk melakukan tindakan-tindakan penghilangan barang bukti, mempengaruhi aparat penegak hukum maupun penekanan terhadap saksi-saksi. Sedangkan para saksi dan korban biasanya merupakan pihak lemah terutama dalam relasi kekuasaan dengan terdakwa.

Dijadwalkan hadir sebagai pembicara dalam workshop dan seminar tersebut, Wakil Menteri Hukum dan HAM Deny Indrayana, Mantan jaksa pada pengadilan internasional dalam kasus Yugoslavia Grant Robert Niemann, Deputi Regional ICRC Jerome Fontana, Wakil Ketua Komnas HAM Anshori Sinungan, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai dan Trihoni Nalesti Dewi (Unika Soegijapranata).

Acara ini akan diikuti para pengajar Fakultas Hukum, praktisi hukum, aparat pemerintahan dari seluruh Indonesia dan dua jurnalis penerima beasiswa peliputan yaitu Bambang Muryanto (Jakarta Post-Yogyakarta) dan  Fransiskus Pongky Seran (Kantor Berita Ucanews Indonesia-Atambua).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Semarak HUT ke-71, BTN Siapkan Hadiah Total Rp171 Juta

JAKARTA-PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. memproyeksikan sektor properti akan

Ini Tiga TPU Tempat Permakaman Jenazah Kasus Covid-19 di Tangsel

TANGERANG-Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menyiapkan tiga lokasi Tempat Pemakaman