Perlu Dibentuk Ekosistem Inovasi Berbasis Industri Terintegrasi

Monday 23 Jun 2014, 8 : 14 pm
by

MAKASAR-Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus D.W. Martowardojo menilai Indonesia telah berhasil bertransisi dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan menengah. Namun keberhasilan tersebut perlu dicermati, karena rupanya peningkatan pendapatan tersebut ditopang oleh dua hal. Pertama, industri berorientasi ekspor dengan teknologi rendah dan padat buruh murah. Kedua, aktivitas ekspor komoditas primer berbasis sumber daya alam (SDA), seperti bahan tambang, mineral dan hasil-hasil perkebunan.  “Dua hal ini tidak lagi memadai untuk mendorong Indonesia menuju negara berpendapatan tinggi,” ujar Agus D.W. Martowardojo saat membuka seminar nasional dengan tema “Mendorong Percepatan Reformasi Struktural untuk Penguatan Ekonomi di Kawasan Indonesia Timur” di Makasar, Senin (23/6).

Seminar ini merupakan rangkaian kegiatan diseminasi Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2013 yang disusun oleh Bank Indonesia. Acara yang dihadiri oleh para kepala daerah dari seluruh provinsi di Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua ini menghadirkan pembicara nasional antara lain Mirza Adityaswara (Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia), Hendri Saparini (pengamat ekonomi), Sofyan Wanandi (Ketua Umum APINDO) dan Yuswandi A. Temenggung (Dirjen Keuangan Daerah Kementrian Dalam Negeri).

Menurutnya, struktur produksi tersebut tidak lagi memadai untuk memenuhi permintaan konsumen kelas menengah yang semakin besar. Sementara itu, komoditas ekspor berbasis aktivitas ekstraktif dengan nilai tambah rendah telah menyebabkan posisi tawar Indonesia cenderung lemah dalam rantai nilai global (global value chain). Posisi yang lemah tersebut juga membuat nilai ekspor rentan terhadap gejolak nilai tukar dagang. Hal ini apabila dibiarkan berlanjut dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Untuk itu, BI menekankan pentingnya mempercepat reformasi struktural untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan berkelanjutan. “Reformasi struktural jangan ditunda bila kita ingin perekonomian Indonesia kembali tumbuh tinggi. Terdapat 3 pilar kebijakan reformasi struktural yang harus segera dibangun. Pertama, peningkatan daya saing industri nasional. Kedua, peningkatan kemandirian ekonomi nasional. Dan ketiga adalah penguatan sumber pembiayaan pembangunan yang berkelanjutan,” tegas Agus.

Reformasi struktural juga perlu ditopang dengan kebijakan ketahanan energi dan kebijakan ketahanan pangan, serta kebijakan untuk membangun infrastruktur, SDM, teknologi tepat guna dan kelembagaan.

Terkait dengan kawasan timur Indonesia, BI menekankan upaya peningkatan nilai tambah industri mineral dan pertambangan dan kemandirian pangan serta energi. “BI mendorong percepatan reformasi struktural di kawasan timur Indonesia khususnya terkait peningkatan nilai tambahan sektor mineral dan pertambangan dengan industri pengolahan mineral”, tambah Agus.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI , Mirza Adityaswara bahwa reformasi struktural perlu mendapat dukungan dari daerah. “Di era otonomi saat ini, pemerintah daerah memiliki kewenangan dan kapasitas fiskal yang cukup besar untuk mendorong terjadinya perubahan,” ujarnya.

Selain itu, jelasnya pemimpin daerah juga memiliki pemahaman yang baik tentang factor endowments di daerahnya masing-masing yang berpotensi untuk dieksploitasi demi kemajuan ekonomi.”Daya saing ekonomi nasional akan lebih kuat apabila seluruh wilayah Indonesia membentuk sebuah ekosistem inovasi berbasis industri yang terintegrasi,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Anggaran 2019 Rp110,73 Triliun, PUPR Percepat Pelaksanaan Lelang

JAKARTA-Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menginstruksikan

Pengamat: Golkar Perlu Diferensiasi Kampanye Bidik Pemilih Muda

JAKARTA- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Lodewijk F Paulus mengungkapkan