Perlu Evaluasi Tata Kelola Dana Desa

Kamis 27 Jun 2019, 4 : 31 pm

JAKARTA-Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR mendesak pemerintah perlu segera mengevaluasi kebijakan dana desa. Hal ini bukan karena kebijakan populis, namun juga mengandung aroma konflik.

“Padahal dana desa yang bergulir sejak 2015, awalnya untuk menjadi stimulus fiskal. Sehingga harapannya, akan terjadi akselerasi pembangunan desa,” kata anggota BAKN DPR-RI, Achmad Hatari bersama Ketua BAKN Andreas Eddy Susetyo (F-PDIP), Wakil Ketua BAKN, Willgo Zainar (F-Gerindra), anggota BAKN Sartono Hutomo (F-PD), Ahmad Junaidi Auli (F-PKS) di Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Oleh karena itu, kata Politisi Nasdem, BAKN meminta pemerintah untuk memperbaiki tata kelola dana desa. Karena dana desa ini menjadi isu yang mengemuka. Artinya, pemerintah harus mengevaluasi agar bagaimana menjadikan dana desa ini menjadi value of money.

“Jadi perlu dikritisi apakah efektif, efisien dan ekonomis. Tiga E inilah yang harus menjadi perhatian,” tambahnya.

Yang jelas, kata Hatari, dana desa ini bukan milik kepala desa, bukan milik pribadi-pribadi perangkat desa. Namun milik masyarakat desa yang harus digunakan untuk sektor produktif.

“Dengan demikian pemerintah menemukan titik singgung dari kebijakan yang populis ini,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua BAKN DPR Andreas Eddy Susetyo mempermasalahkan ketidakandalan data dana desa, akibat adanya dualisme indeks terkait pembangunan desa. Yaitu Indeks Desa Membangun (IDM) dan Indeks Pembangunan Desa (IPD).

Selain dualisme indeks, kata anggota Komisi XI DPR, hal yang menjadi penyebab permasalahan Dana Desa Affirmasi adalah permasalahan basis data untuk pengalokasian Dana Desa Afirmasi. Yaitu data IDM, JPM pada Basis Data Terpadu (BPT) Kementerian Sosial, data wilayah desa pada potensi desa BPS, serta data jumlah penduduk pada data penduduk.

“Dan termasuk catatan sipil Kementerian Dalam Negeri. Atas hal ini, tidak dapat dipastikan kebenaran masing-masing data sumber pengalokasian dana desa,” teragnya lagi.

Disisi lain, lanjut Andreas, BAKN meminta agar administrasi dana Desa ini, dibuat sesederhana mungkin, tanpa mengurangi akuntabilitasnya. “Kita tahu bahwa pelaporan yang diinginkan dibuat satu sistem standar akuntansi desa,”imbuhnya.

Sementara Willgo Zainar menambahkan bahwa fokus hari ini lebih mengedepankan unsur pembinaan dan pengawasan dana desa, ketimbang unsur penindakan. Adapun MoU antara Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa dan Kemenkeu, diharapkan ada kesamaan pemahaman.

“Artinya, tidak serta merta setiap ada kasus, harus dilanjutkan dalam proses hukum,” paparnya.

Menurut Willgo, kalau memang ada peluang untuk melakukan perbaikan administrasi, tentu perlu dibuka. Karena tidak semua masalah yang menimbulkan kerugian, apalagi tidak signifikan, kemudian menjadi masalah hukum. Misalnya, ada kerugian Rp1 juta-Rp2 juga, menjadi masalah.

“Karena diawasi oleh LSM, seolah-olah kemudian kepala desanya juga dicari-cari kesalahannya. Jadi wajar, kepala desa menjadi sangat kuatir dalam menggunakan dana desa,” tuturnya.

Malah, kata Willgo, ada juga sebagian kades yang berpikir lebih baik tidak ada dana desa seperti ini. Artinya, kondisinya ingin seperti dulu lagi lewat pemerintah daerah.

Namun karena ini sudah amanah Undang-Undang Desa. Maka ini harus good governance harus tetap dilaksanakan. Cuma memang intensitas pembinaan kepala desa ini , harus dilakukan,” pungkasnya.

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Indonesia Punya Peluang Ditengah Perang Dagang AS-China

JAKARTA-Indonesia memiliki peluang di tengah bergulirnya perang dagang antara Amerika

Kemenkeu Terapkan Skema Joint Audit

JAKARTA-Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memberlakukan skema audit bersama (joint audit)