Pertumbuhan ULN Swasta Melampaui ULN Pemerintah

Thursday 30 Oct 2014, 4 : 52 pm
by
Gubernur BI, Agus Martowardoyo

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) melakukan sosialisasi pengaturan tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) Korporasi Nonbank kepada perusahaan debitur ULN.

Ketentuan tersebut dirilis agar korporasi nonbank dapat memitigasi risiko yang dapat timbul dari kegiatan ULN sehingga mampu berkontribusi optimal terhadap perekonomian nasional tanpa menimbulkan gangguan pada kestabilan makroekonomi.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan ketentuan ini tidak dimaksudkan sebagai upaya melarang, menghambat atau membatasi kegiatan ULN namun mendorong korporasi untuk meningkatkan pengelolaan risiko dalam melakukan ULN, terutama risiko nilai tukar, risiko likuiditas dan risiko utang yang berlebihan (overleverage).

Karena itu, korporasi tetap dapat melakukan ULN namun dengan disertai pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam mengelola utangnya, karena jika tidak, maka Indonesia bisa kembali mengalami krisis.

“Kita tidak ingin situasi tahun 1997 dan 1998 terulang, saat itu bahkan kita dianggap tidak tahu utang di sektor mana saja, kita tidak tahu currencynya dan akhirnya krisis,” ujar Agus dalam acara Pertemuan CEO dan Sosialisasi Peraturan Bank Indonesia di Gedung BI, Jakarta, Kamis (30/10).

Berdasarkan catatan BI, ULN Indonesia pada akhir Agustus 2014 menembus USD 290,4 miliar setara Rp 5.517 triliun.

Utang luar negeri tumbuh 11,2 persen dibandingkan dengan posisi Agustus 2013.

Posisi ULN pada akhir Agustus 2014 tersebut terdiri dari ULN sektor publik sebesar USD 134,2 miliar atau 46,2 persen dari total ULN Indonesia.

Sedangkan ULN sektor swasta mencapai USD 156,2 miliar atau 53,8 persen dari total ULN.

Menurutnya, jumlah ULN swasta cenderung terus meningkat, bahkan telah melebihi jumlah ULN Pemerintah.

Dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, jumlah ULN sektor swasta meningkat tiga kali lipat, yaitu dari 50,6 miliar dolar AS pada akhir 2005 menjadi 156,2 miliar dolar AS pada akhir Agustus 2014.

Posisi ULN swasta pada Agustus 2014 ini bahkan telah mencapai 53,8% dari total ULN Indonesia.

Hasil kajian BI menunjukkan bahwa ULN swasta tersebut rentan terhadap sejumlah risiko, terutama risiko nilai tukar (currency risk), risiko likuditas (liquidity risk), dan risiko beban utang yang berlebihan (overleverage risk).

Risiko nilai tukar cukup tinggi karena sebagian besar ULN swasta digunakan untuk membiayai kegiatan usaha berorientasi domestik yang menghasilkan pendapatan dalam rupiah sedangkan pembayaran ULN dilakukan dalam valuta asing (valas).

Kerentanan terhadap risiko nilai tukar semakin tinggi karena minimnya penggunaan instrumen lindung nilai (hedging) di kalangan korporasi nonbank yang memiliki ULN.

“Risiko likuiditas juga cukup tinggi karena jumlah dan pangsa ULN swasta berjangka pendek terus meningkat. Sementara itu, indikasi peningkatan risiko overleverage terlihat dari semakin meningkatnya rasio utang terhadap pendapatan,” jelasnya.

Dia menegaskan risiko ULN swasta semakin tinggi karena prospek perekonomian masih diliputi oleh berbagai ketidakpastian.

Likuiditas global diperkirakan akan mengetat dengan tingkat suku bunga yang meningkat seiring berakhirnya kebijakan moneter akomodatif di negara-negara maju, khususnya di Amerika Serikat.

Pada saat yang bersamaan, ekonomi negara-negara emerging market yang menjadi mitra dagang utama Indonesia diperkirakan masih akan mengalami perlambatan disertai dengan harga komoditas ekspor di pasar internasional yang masih rendah.

“Kondisi ini menyebabkan beban pembayaran ULN berpotensi meningkat, sebaliknya kapasitas membayar ULN berpotensi menurun,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Tarif Ruas Tol Sedyatmo Naik

JAKARTA–PT Jasa Marga (Persero) mengumumkan penyesuaian tarif baru untuk ruas

TPN Ganjar-Mahfud Minta Bawaslu Investigasi Serius Aplikasi Sirekap KPU

JAKARTA-Kedeputian hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud