JAKARTA- Pembahasan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (PPP) bukan untuk menjadi komoditas politik, melainkan benar-benar untuk pemberdayaan dan perlindungan petani, yang selama ini belum ada. “Jadi, RUU ini memberikan kekhusussan pada petani sebagai subyek,” kata Ketua Panja RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Herman Khaeron dalam diskusi ‘RUU Perlindungan dan pemberdayaan petani’ bersama Ketua Pusat Penyuluhan Pertanian Kementan Momon Rusmono, dan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih di Jakarta, Selasa (14/5).
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR ini, RUU ini sudah dibahas selama dua masa sidang dan pada pertengahan masa sidang III Mei-Juni 2013 mendatang akan disahkan oleh DPR RI. “RUU ini untuk mendorong pemerintah dalam meningkatkan kualitas petani berbasis produksi dengan memberikan kepastian bertani, harga, pendapatan, kepastian sarana prasarana, fasilitas dan sebagainya,” tambahnya.
Soal asuransi, lanjut Herman, selain gagal panen akibat penyakit, kena banjir dan musibah lainnya, petani akan mendapat anti rugi sebesar 70%. Hal itu sudah dilakukan oleh Malaysia, Thailand, dan negara-negara lain. “Pemerintah bisa intervensi pada perbankan dan pihak asuransi untuk mengeluarkan ganti rugi tersebut tanpa agunan. Untuk Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) saja program yang dikucurkan senilai Rp 3 triliun, namun sayangnya belum ada payung hukumnya atau UU,” terangnya.
Komentari tentang post ini