JAKARTA-PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menetapkan harga penawaran umum perdana saham (IPO) senilai Rp875 per lembar, sehingga gagal untuk menghimpun dana segar yang sebelumnya diharapkan sebesar-besarnya Rp9,78 triliun.
Berdasarkan publikasi Prospektus IPO PGEO yang tertulis (akan) diterbitkan di Jakarta pada 20 Februari 2023, harga penawaran umum ditetapkan hanya senilai Rp875 per saham atau berada di batas tengah harga Penawaran Awal (book building) yang berkisar Rp820-Rp945 per saham.
Sehingga, pada aksi korporasi ini perseroan hanya bisa meraup dana masyarakat maksimal sebesar Rp9,05 triliun atau lebih rendah dari target maksimal saat periode book building yang mencapai Rp9,78 triliun.
Seperti diketahui, IPO PGEO melepas saham ke publik sebanyak 10,35 miliar saham bernilai nominal Rp500 per lembar atau setara dengan 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah IPO.
Pada aksi korporasi ini PGEO menunjuk tiga penjamin pelaksana emisi Efek, yakni PT CLSA Sekuritas Indonesia, PT Credit Suisse Sekuritas Indonesia dan PT Mandiri Sekuritas.
Rencananya, sebesar 85 persen dari dana hasil IPO —setelah dikurangi biaya-biaya emisi— akan digunakan untuk pengembangan usaha PGEO.
Sedangkan sebesar 15 persen atau maksimal USD100 juta untuk pembayaran sebagian Facilities Agreement tertanggal 23 Juni 2021 antara PGEO dengan Mandated Lead Arrangers, Kreditur Sindikasi Awal dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).
Manajemen PGEO dan para penjamin pelaksana emisi Efek berharap pelaksanaan penawaran umum (offering) bisa dilakukan pada 20-22 Februari 2023, penjatahan pada 22 Februari 2023, pendistribusian saham secara elektronik (Tanggal Emisi) pada 23 Februari 2023 dan pencatatan saham di BEI diharapkan bisa terlaksana pada 24 Februari 2023.