Pungutan Dana Ketahanan Energi Bentuk Ketidakadilan Pemerintah

Sabtu 26 Des 2015, 2 : 35 am
by
photo:hariansinggalang.com

JAKARTA-Pemerintah Indonesia mengumumkan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan premium yang efektif berlaku mulai 1 Januari 2016. Meski demikian, kado indah di akhir tahun bagi warga Indonesia dianggap kurang adil, terutama pungutan dana ketahanan energi oleh pemerintah sebesar Rp200/liter.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean menilai pungutan sebesar Rp 200/liter ini bentuk ketidakadilan pemerintah kepada masyarakat karena dilalukan ditengah lemahnya daya beli masyarakat.

Mestinya, penurunan harga lebih serius agar dapat mendorong daya beli masyarakat yang tengah terpuruk. Pungutan seperti ini justru tidak memberi insentif bagi masyarakat. “Saya katakan tidak adil karena ketika harga minyak mentah tinggi, pemerintah justru tidak memungut dana energi dari para kontraktor kerja sama disektor migas, termasuk pemerintah tidak menyisihkan bagian hasilnya dari harga minyak mentah sebagai dana energi. Kenapa sekarang ketika harga minyak rendah malah publik yang dibebankan dengan dana energy,” ujar Ferdinand di Jakarta, Sabtu (26/12).

Seperti diketahui, harga BBM jenis Premium turun Rp 150/liter dari Rp 7.300/liter menjadi Rp 7.150/liter. Dari angka ini, pemerintah memungut dana ketahanan energi dana pengurasan fositu, Rp 200/liter

Sementara itu untuk harga bahan bakar jenis solar, turun cukup signifikan sebesar Rp 800/liter dari Rp 6.700/liter menjadi Rp 5.650/liter.

Ferdinang mengaku, dasar hukum soal pungutan ini yaitu UU No.30 thn 2007 tentang energi. Namun sayangnya, momentumnyanya kurang tepat. Artinya belum waktunya rakyat dibebani pungutan baru yang malah lebih besar dibanding angka penurunan harga BBM. “Premium contohnya akhirnya hanya turun Rp 150/liter sementara pemerintah dapat Rp200/liter diluar keuntungan yang didapat pertamina dari harga keekonomian. Ini namanya tidak berkeadilan sosial antara pemerintah dengan rakyatnya,” kritiknya.

Selain itu, Ferdinand juga mempertanyakan mekanisme penampungan dana ini. “Disimpan oleh siapa? Direkening mana? Peruntukannya bagaimana? Inikan harus jelas dipublikasikan,” tuturnya.

Tak hanya itu, Ferdinan juga meragukan efektifitas dana ini yang disebut sebagai dana stabilisasi jika minyak naik. “Apakah BBM tidak akan naik jika terjadi kenaikan harga minyak dunia hinga batasan kenaikan Rp200/liter BBM? Jika dana stabilisasi, dasar hukumnya apa? Ini juga belum jelas,” gugatnya.

Karena itu, dia meminta ketegasan pemerintah soal pemanfaatkan data tersebut. “Dari Rp200/liter itu, berapa yang untuk dana energi berapa yang untuk dana stabilisasi harga BBM? Tidak boleh tidak jelas, karena nanti bisa-bisa pembangunan baru tidak ada sama sekali karena alasan dana dipakai untuk stabilisasi atau sebaliknya stabilisasi tidak jalan dengan alasan dananya habis untuk energi baru,” terangnya.

Intinya tegas Ferdinand, pemanfataan dana tersebut harus clear sehingga tidak boleh berada dizona abu-avu karena rentan penyimpangan.

Lebih lanjut, pemerhati energy yang sangat vokal ini meminta pemerintah agar mengumumkan kepada public berapa total dana yang diterima dari pungutan ini selambat lambatnya setiap 3 bulan berbarengan dengan periode evaluasi harga BBM. Hal ini harus dilakukan agar publik mengetahui berapa besar publik sudah mensubsidi pemerintah. “Kami sarankan agar dana energi tersebut diserahkan pada investasi langsung dikelola Pertamina untuk pembangunan SPBG dan Geothermal atau panas bumi,” pungkasnya.

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Ketum Golkar Airlangga bersana legenda sepakbola Ronaldhino

Hadapi Pilpres 2024, Airlangga Hartarto Diharapkan Lebih Banyak Tampil Merakyat

JAKARTA- Hasil sebuah lembaga survei yang menyatakan bahwa Airlangga Hartarto

PDIP Sumut Siap Menangkan Maruarar Sirait

MEDAN-Banyak pihak merespons positif munculnya nama politisi PDIP, Maruarar Sirait