Ronsi Daur: PPN Sembako Ruwet Dalam Implementasinya

Sunday 13 Jun 2021, 11 : 37 pm
by
Praktisi Perpajakan, Ronsianus B Daur

JAKARTA-Wacana pemerintah terkait pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baik untuk bahan makanan pokok atau sembako maupun jasa pendidikan, menuai kontroversi dan perdebatan ditengah masyarakat.

Bahkan mayoritas rakyat Indonesia keberatan akan adanya rencana tersebut.

Setali tiga uang Praktisi Perpajakan, Ronsianus B Daur menolak wacara tersebut.

Sebab, rasa keadilan yang menjadi roh dari pengenaan PPN atas sembako dan Jasa pendidikan.

Justru dengan mengenakan PNN itu akan menjadi keruwetan baru dalam sistem pengadministrasian perpajakan nasional.

Bahkan tegas Ronsi, pengenaan PPN atas Sembako dan Jasa Pendidikan agak susah dalam pengimplementasiannya nanti.

“Bagaimana petugas pajak membedakan pelaku usaha yang mendistribusikan sembako premium dan tidak, juga membedakan mana sekolah yang mahal dan tidak. Orang tua rela melakukan apa saja demi memastikan anaknya di lembaga pendidikan yang bagus karena berkaitan dengan kualitas,” terangnya.

Ronsi pun menyarankan kalau mau menata administrasi subjek dan objek pajak, jangan dimulai dari barang atau jasa yang sifatnya mendasar.

Sebab, masih banyak hal lain yang menjadi skala prioritas kalau mau menata sistem pengadministrasian perpajakan nasional.

Misalnya bekerjasama dengan ditjen imigrasi, (untuk mengetahui orang kaya yang sering ke luar negeri).

Selain itu, menjalin kerjasama dengan Samsat untuk mengetahui kepemilikan Mobil mewah.

Disamping itu, juga kerjasama dengan BPN untuk mengetahui kepemilikan tanah dll.

“Hal inilah menurut saya yang menjadi prioritas, bukan pada hal yang mendasar seperti jasa pendidikan dan pengenaan PPN atas sembako,” pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah akan mengenakan pajak pertambahan nilai atau PPN pada jasa pendidikan.

Hal ini tercantum dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Sebelumnya jasa pendidikan seperti sekolah tak dikenakan pajak karena termasuk kategori jasa bebas PPN.

Semula, isi ketentuan ayat (3) Pasal 4A mengatur tujuh jenis jasa yang tidak dikenai pajak.

Ketujuh jasa yang tak dikenai PPN itu adalah jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko dan jasa keuangan.
Selanjutnya adalah jasa asuransi, jasa keagamaan dan jasa pendidikan.

Adapun dalam draf RUU Revisi UU itu menghapus jasa pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.

Ketentuan ayat (3) Pasal 4A diubah menjadi berbunyi: Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa meliputi item a hingga e dan item g. Item g ini yang mengatur tentang jasa pendidikan.

Sementara jasa pendidikan yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan PMK 011 Tahun 2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai PPN adalah PAUD, SD, SMP, SMA/SMK hingga bimbingan belajar.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BRI Peduli Salurkan Bantuan Cegah Stunting

JAKARTA-Persoalan gizi pada balita merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih

OSO: Bulog Harus Bantu Petani

JAKARTA-Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyoroti peran Bulog yang belum maksimal