JAKARTA-Bagi kalangan pebisnis, anjloknya rupiah mungkin bisa disebut musibah. Namun berbeda bagi petani. Justru hal ini malah membawa keuntungan.
“Rupiah yang ajlok sampai Rp11.000. Bagi, kalangan petani kondisi seperti ini menguntungkan. Karena barang impor jadi mahal. Nah, barang lokal menjadi kompetitif dan laku keras, termasuk komoditas pertanian,” kata Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir di temui wartawan di Jakarta, Kamis,(22/8).
Menurut Winarno, berbagai komoditas pertanian jadi ikut terangkat nilainya. “Saya melihat dari sisi petani, bukan konsumen. Kalo konsumen memang melihatnya mahal, tapi petani malah diuntungkan,” tambahnya
Turunnya rupiah, kata Winarno, membuat nilai produk pangan menjadi ikut mahal. Sehingga kesejahteraan petani ikut terangkat. “Malah ada guyonan di kalangan petani, kapan krisis moneter lagi,” ungkapnya bercanda sambil menceritakan petani udang yang menjual barangnya ke pasar, begitu pulang langsung bisa beli sepeda motor.
Meski diakui Winarno, benih padi impor mahal, namun saat padi itu menjadi panen, justru nilainya berlipat-lipat. “Misalnya benih padi sekitar 30 Kg, tapi saat saat panen dalam satu hektare menjadi 5 ton. Jadi mahal benih itu tidak ada artinya, karena produknya juga ikut mahal,” paparnya.
Ditempat terpisah, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi mengakui sejumlah barang juga akan mengalami kenaikan harga, tak terkecuali pangn juga akan mengalami kenaikan berbahan tepung terigu. Pasalnya, Indonesia mengimpor sekitar 6juta ton tepung terigu. “Kenaikan 10 persen dolarnya, itu menyebabkan pengeluaran dari devisa kita lebih banyak,” jelasnya.
Selain itu yang mengalami kenaikan harga, kata Bahrul yakni naiknya harga telur ayam. “Telur ayam itu kan impor sebagian . Itu sudah naik, jualnya ke konsumen naik,” imbuhnya. **can