Sektor Fiskal Masih Bermasalah

Senin 29 Jul 2013, 1 : 11 pm
by

JAKARTA-Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny  Sri Hartati meminta pemerintah memperbaiki kinerja dari sisi fiscal guna menyelamatkan potensi pembengkakan deficit APBNP 2013 sebagai dampak pelemahan rupiah. Pasalnya, penyebab utama tekanan terhadap rupiah adalah amburadulnya sector fiscal sehingga sector rill menjadi kacau balau. “Kita punya impor pangan yang sangat besar. Ini membuktikan kegagalan fiscal dalam menstimulus sector pertanian. Demikian juga dengan impor barang modal dan bahan baku yang sangat tinggi. Ini kegagalan sector industry dan investasi Indonesia yang tidak memiliki perencanaan yang komprehensif,” jelas Enny di Jakarta, Senin (29/7).

Kendati deficit anggaran berpotensi meningkat, Enny mengaku masih relatif aman karena  terselamatkan oleh realisasi belanja modal yang cenderung kecil penyerapannya.  Dilihat dari penyerapan, defisit setengah tahun ini baru 0,8 persen realisasi. “Jadi masih cukup aman dari sisi pemerintah. Cuma nanti implikasinya adalah peran APBN sebagai stimulus kurang bagus, karena realisasinya tidak seperti yang disekenariokan,” kata  dia.

Dia menilai, pelemahan rupiah saat ini masih belum akan membuat defisit anggaran membengkak secara signifikan. Namun demikian kata dia, pelemahan nilai tukar rupiah dipastikan akan membengkakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) karena impor BBM masih tinggi.  Dan pembelian BBM ini menggunakan mata uang dollar AS.

Saat ini kata dia, harga minyak dipasaran internasional belum naik secara signifikan sehingga tidak terlalu menganggu asumsi makro. Tetapi jika Mesir bergejolak terus maka harga minyak akan naik. “Kalau rupiah masih dikisaran 10.000 per dollar AS maka tidak terlalu membahayakan dan belum membuat anggaran akan jebol. Depresiasi rupiah belum jatuh,” ujar dia.

Dia mengaku, stabilitas nilai tukar memang menjadi salah satu tugas BI. Tetapi sejauh ini, BI sudah berupaya maksimal meredam gejolak rupiah. Langkah-langkah bank sentral sudah tepat seperti kenaikan suku bunga acuan dan intervensi. Jika BI dipaksa lagi untuk melakukan intervensi ke pasar uang akan sangat beresiko. “Yang tidak pruden dan tidak on the right track itu kebijakan pemerintah. BI sudah benar,” jelas dia.

Dia mengatakan jika upaya menjaga stabilitas moneter dengan berkorban terlalu besar malahan akan mengalami kerugian ganda. “Dulu operasi menyelamatkan perbankan ini dengan biaya yang sangat mahal. Sekarang yang belum tuntas itu, soal BLBI dan obligasi rekapitalisasi. Setelah sector keuangan mengalami perbaikan, sector rill justru terpuruk. Artinya, persoalan bukan stablitas moneter, tetapi bagaimana sector rill betul-betul terarah,” tutur dia.

 

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

Soal Isu Gibran dan Kaesang Ke Prabowo, Hasto PDIP: Ya, Nggak Apa-apa

SURABAYA-Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen

FKB DPR Sumbang Korban Bencana Rp200 Juta Untuk Garut dan Sumedang

GARUT-Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI menyerahkan bantuan bagi