Soal Denda Dalam KPPU, Masih Dicari Formulanya

Tuesday 7 Mar 2017, 4 : 03 pm

JAKARTA–Formulasi soal denda terkait sanksi yang akan diberikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap pelaku usaha yang mengarah ke kartel masih dibahas. Karena hal ini juga akan mempengaruhi masalah investasi di Indonesia. “Kita lagi rumuskan, apakah denda itu berdasarkan omset atau tidak. Makanya kita mau mendengarkan masukan dari pelaku usaha,” kata anggota Baleg DPR Mukhamad Misbakhun dalam forum legislasi “Berantas Kartel, Perlukah KPPU Diperkuat?” bersama anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto, di Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Bisa saja denda itu sekitar 30% dari omset, lanjut Misbakhun, munculnya angka ini masih jadi perdebatan. Karena ternyata selama ini denda itu banyak yang tak dibayarkan. “Jadi nanti, biaya ini merupakan piutang negara, dan nanti bisa ditagih,” tambahnya.

Menurut Misbakhun,  Revisi UU No.5 tahun 1999 tentang KPPU ini sudah pada tahap harmonisasi di Panja dengan semngat untuk kesejahteraan rakyat. Karena itu RUU ini bukan rezim ‘criminal justice’ – mengkriminalisasi pengusaha melainkan hanya untuk mencari keadilan atas usaha yang tidak sehat. “Makanya RUU ini harus menjelaskan definisi kartel. Termasuk merger bank dan usaha lainnya,” jelasnya.

Soal denda ini, kata Politisi Golkar itu, dulu Microsoft juga didenda sebesar Rp 14 triliun, namun  tetap dibayar dan jumlah denda itu jauh lebih kecil dibanding aset yang dimiliki perusahaan tersebut. “Jadi, untuk denda ini masih mencari formulasi yang terbaik, atau maksimal berapa dari nilai aset perusahaan tersebut,” imbuhnya.

Sementara itu anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto, mendukung penguatan kelembagaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Salah satunnya dengan memberikan wewenang penggeledahan dan penyitaan barang-barang yang terbukti melanggar hukum. Termasuk yang dilakukan kartel, mafia dalam semua jenis usaha untuk menjaga kepentingan umum sehingga tidak merugikan masyarakat, bangsa dan negara. “Hanya saja konsekuensi penguatan itu adalah dibutuhkan tambahan anggaran dan tetap kerjasama dengan aparat kepolisian,” tuturnya.

Sebab kalau KPPU masih seperti saat ini, lanjut Darmadi, KPPU ini akan kesulitan mendapatkan data dan informasi tentang praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. “Terutama bagi perusahaan besar,”  ucapnya

Seperti dalam kasus Honda Vs Yamaha yang bertekad maju ke pengadilan karena bukti-bukti yang didapatkan seperti petunjuk dan email tidak kuat. Sementara untuk wewenang penyadapan tidak diberikan oleh aparat kepolisian.

Karena itu, denda sebesar 1%–5% itu tidak perlu membuat investor takut selama tidak melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. “Jadi, kalau usahanya dilakukan dengan jujur, tidak menghambat persaingan, tidak melawan hukum, dan tidak merugikan masyarakat, bangsa dan negara, maka investor tidak perlu takut,” pungkasnya. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Batal Naikkan Harga Premiun, Bukti Komunikasi Pemerintah Tanpa Model

Oleh: Emrus Sihombing Kejutan biasanya menyenangkan. Tapi kali ini kurang

Peluang Perang Dagang, Ekspor Karet dan TPT Perlu Dioptimalkan ke AS

JAKARTA- Amerika Serikat masih menjadi negara prioritas bagi ekspor produk