Sudah Seharusnya MKMK Membatalkan Putusan No. 90/PUU-XXI/2023

Thursday 2 Nov 2023, 7 : 39 am
by
Praktisi Hukum, Gabriel Mahal

Oleh: Gabriel Mahal

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menilai masuk akal apabila putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres dibatalkan (cnnindonesia.com, 1/11/2023).

Sudah seharusnya begitu.

Earl Warren, Ketua Mahkamah Agung ke-14 Amerika Serikat pernah mengatakan bahwa dalam kehidupan yang beradab, hukum mengapung di lautan etik.

Artinya nilai-nilai etik merupakan fondasi dari hukum.

Karena itu hakim, apalagi Hakim Konstitusi, harus benar-benar menjaga, tunduk dan patuh pada nilai-nilai etik.

Jika fondasi nilai-nilai etik itu roboh, rusak, hancur, maka hukum yang berdiri di atas fondasi nilai-nilai etik itu roboh, rusak, dan hancur.

Apa yang terjadi dalam Putusan Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres itu memberikan gambaran fondasi nilai-nilai etik itu roboh, rusak, hancur.

Akibatnya, Putusan Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 yang merupakan hukum itu juga rusak, cacat.

Putusan yang mengabaikan fondasi nilai-nilai etik adalah putusan yang curang.

Fraus et jus nunquam cohabitant.

Asas hukum itu mengandung ajaran bahwa kecurangan dan keadilan itu tidak pernah bisa tinggal bersama.

Karena itu seperti dikatakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, logis jika MKMK tidak hanya sebatas mengoreksi pelanggaran kode etik hakim-hakim MK yang membuat putusan tersebut, tetapi juga harus membatalkan atau setidak-tidaknya menyatakan tidak sah Putusan Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kemudian Perkara tersebut diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (7) UU tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sebagaimana kita ketahui Putusan No. 90/PUU-XXI/2023  tersebut telah menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat luas karena Putusan tersebut bertentangan dengan moral yang baik (contra bonos mores), bertentangan dengan Negara Hukum (contra legem terrae), bertentangan dengan kedamaian (contra pacem).

Putusan tersebut telah menimbulkan krisis kepercayaan publik (public trust), konfidens publik (public confidence) terhadap Institusi MK yang merupakan “the guardian of Constitution”, “the guardian of Democracy”, “the guardian of Human Rights”, “the guardian of Rule of Law”, dan “the guardian of morals” (custos morum).

Ini merupakan masalah yang “extraordinary” yang tidak bisa ditangani oleh MKMK dengan cara-cara biasa, tetapi harus dengan cara yang “extraordinary” pula untuk memulihkan krisis kepercayaan publik (public trust), konfidens publik (public confidence) terhadap Institusi MK.

Untuk itu MKMK harus melakukan penerobosan (breakthrough) dengan memutuskan pembatalan Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 atau setidak-tidaknya menyatakan putusan tersebut tidak sah.

Dalam hukum dikenal asas yang berlaku universal, berbunyi:  “boni judicis est ampliare jurisdictionem” – Hakim yang baik adalah yang memperbesar jurisdiksinya.

Contohnya, dalam memperbesar kewenangan yang berhubungan perbaikan (remedial authority).

Kewenangan remedial dari MKMK itu tidak hanya sebatas mengoreksi hakim-hakim yang melanggar kode etik, tetapi diperbesar/diperluas untuk mengoreksi putusan yang cacat hukum itu dengan menyatakan putusan MK itu batal atau dinyatakan tidak sah.

Relevan dengan hal tersebut MKMK itu perlu menyandarkan dirinya juga pada asas hukum, “Bonus judex secundum aequum et bonum judicat et aequitatem stricto juri praefert – Hakim yang baik memutuskan menurut kebenaran dan keadilan, serta mengutamakan keadilan daripada hukum yang kaku (strict law).*

Penulis adalah Praktisi Hukum di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Dukung Para Games 2018, PUPR Fokus Siapkan Wisma Atlet Kemayoran

JAKARTA-Sesuai Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2016 tentang Dukungan

Indonesia Beli 2 Unit Kapal Selam Prancis

JAKARTA – Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI mengumumkan pembelian 2 unit