Suku Bunga Bakal Naik di 2022, Investor Direkomendasikan Diversifikasi Portofolio

Friday 10 Dec 2021, 10 : 46 am
by
PT BNI Asset Management

JAKARTA-PT BNI Asset Management memproyeksikan, tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7day Reverse Repo Rate) di 2022 akan mengalami kenaikan sebanyak dua kali, sehingga para investor direkomendasikan untuk melakukan diversifikasi portofolio ke saham, instrumen pasar uang dan obligasi bertenor menengah-pendek.

Menurut Presiden Direktur BNI Asset Management, Putut Endro Andanawarih, pada tahun depan ada potensi kenaikan suku bunga acuan BI sekitar 25-50 bps dari posisi saat ini yang sebesar 3,5 persen menjadi 3,75-4 persen, seiring dengan pelemahan rupiah dan tren kenaikan suku bunga global.

“Tetapi, saat ini likuiditas fiskal, likuiditas di perbankan dan beberapa instrumen yang dimiliki Bank Indonesia masih banyak, sehingga bisa menahan kalau ada tekanan eksternal,” kata Putut acara Market Outlook 2022 bertajuk “Indonesia Towards 2022 Economic Recovery: Stability or Growth?”, Jumat (10/12).

Dia menyebutkan, proyeksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di 2022 akan berada pada kisaran Rp15.300-Rp14.800, dengan perkiraan laju inflasi sekitar 2,5-3,5 persen.

“Kalau melihat seperti ini, kenaikan suku bunga juga akan ada di Indonesia pada tahun depan. Tetapi, likuiditas di domestik masih akan cukup stabil menahan gangguan dari eksternal,” ujarnya.

Dengan demikian, kata Putut, kenaikan suku bunga akan membuka peluang menarik untuk berinvestasi di instrumen pasar uang, karena sebagian besar investasi akan berada di time deposit.

Sehingga, para investor juga bisa menikmati kenaikan suku bunga investasi.

“Kami pikir, pasar uang bisa menjadi alternatif bagi investor di 2022, karena ke depan volatilitas di pasar juga tetap tinggi. Reksa dana pasar uang bisa dipakai sebagai salah satu alternatif bagi investor sebagai pelabuhan sandar, kalau tiba-tiba kondisi market tidak kondusif,” paparnya.

Dia menyebutkan, kenaikan suku bunga acuan BI juga bisa disikapi oleh para investor dengan melakukan diversifikasi portfolio ke instrumen saham, selain masuk ke instrumen pasar uang.

“Tahun depan suku bunga akan naik, otomatis strategi kami dalam berinvestasi di obligasi lebih mengutamakan yang berjangka menengah-pendek,” tambahnya.

Putut menegaskan, sikap investor seharusnya bisa beralih dari tren di 2019-2020 yang lebih mengincar obligasi berjangka panjang di atas sepuluh tahun.

“Untuk di 2022, lebih disarankan pilih obligasi-obligasi berdurasi pendek sekitar 5-10 tahun, kalau bisa yang 3-5 tahun,” ucap Putut.

Sementara itu, Putut mengatakan bahwa saat ini BNI Asset Management memproyeksikan posisi IHSG hingga akhir 2021 akan berada di kisaran 6.100-6.724, sedangkan pada 2022 diperkirakan berada pada rentang 7.100-7.700.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa terkendalinya kondisi pandemi Covid-19 telah memberikan optimisme bagi masyarakat maupun dunia usaha, sehingga tren positif pertumbuhan ekonomi domestik akan berlanjut pada tahun depan.

Dia mengatakan, tantangan dari eksternal ada pada rencana kebijakan The Fed terkait kepastian penerapan tapering-off, serta tren kenaikan inflasi di sejumlah negara.

“The Fed berpotensi untuk menaikkan tingkat suku bunga di AS, sehingga ini akan menjadi tantangan bagi Indonesia,” kata Airlangga.

Guna dapat menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi dan reformasi struktural di 2022, menurut Airlangga, pemerintah akan berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi ke level 5,2 persen, serta melanjutkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Pemerintah berkomitmen terus menjalankan reformasi struktural, deregulasi dan debirokratisasi,” katanya.

Executive Director JP Morgan Singapore, Sin Beng Ong menilai bahwa kekuatan koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kebijakan ekonomi yang disingkronisasi, terbukti mampu meminimalisir dampak buruk dari kondisi pandemi.

“Penanganan dampak pandemi di Indonesia lebih baik dibandingkan di negara berkembang lain, seperti Brasil”.

Chief Economist PT BNI Sekuritas, Damhuri Nasution menambahkan, sejauh ini aktivitas ekonomi dunia masih berada pada fase ekspansi yang bertumbuh cukup pesat di 2021 dan diperkirakan melambat pada 2022.

Dia menyebutkan, kondisi global masih berada dalam ancaman kenaikan inflasi akibat krisis energi, gangguan suply chain dan kebijakan moneter yang longgar, serta fiskal yang ekspansif.

“Indonesia bisa terhindar dari kenaikan inflasi seperti AS dan Eropa, karena pertumbuhan supply dan demand masih cenderung seimbang, stimulus kita relatif kecil, serta pasokan energi masih mencukupi,” kata Damhuri.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

HENDARDI

Pengamat: Sikap Paranoid Tak Menyelesaikan Masalah

JAKARTA–Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta agar fokus mengurus negara
suspensi, BEI, Saham HITS, KJEN

BEI Terapkan Perhitungan PER dengan Metode Trailing Pada Data Terpublikasi

JAKARTA-PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terhitung mulai hari ini (30/11)