Tahun 2016, Peran Sektor Finansial di Indonesia Meningkat

Friday 11 Dec 2015, 2 : 28 am
by
Dosen Fakultas Bisnis Sampoerna University, Wahyoe Soedarmono (kedua kanan)

JAKARTA-Pelemahan kondisi keuangan dan ekonomi internasional beberapa waktu belakangan ini serta downside risk terhadap prospek ekonomi jangka pendek memunculkan sejumlah tantangan makroekonomi Indonesia saat ini.  “Tahun 2016 diprediksi akan menjadi momentum perubahan struktural, dimana sektor swasta akan mulai berperan signifikan dalam membangun fondasi ekonomi yang produktif dan mendorong ekspor, dengan memanfaatkan depresiasi rupiah,” papar Dosen Fakultas Bisnis, Sampoerna University Wahyoe Soedarmono, disela-sela seminar Indonesia Economic and Financial Sector Outlook (IEFSO) 2016 dengan tema “Mengubah Risiko Menjadi Peluang di Era Globalisasi yang Dinamis” di Jakarta, Kamis (10/12).

Seminar Indonesia Economic and Financial Outlook (IEFSO) 2016 ini turut dihadiri oleh Ganjar Mustika PhD, Senior Advisor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Gimin Sumalim, Director of Network and Distribution, Bank Ekonomi dan Zulkifli Zaini Ketua Umum Ikatan Bankir Indonesia (IBI) selaku para pembicara. “Namun, di balik potensi ini, terdapat tantangan mengingat sektor perbankan sebagai lembaga pembiayaan utama bagi investasi swasta sedang mengalami tekanan, baik dari sisi kualitas kredit ataupun likuiditas,” tambahnya.

Wahyoe juga menyebutkan utang luar negeri swasta naik hampir dua kali lipat sejak 2010, menjadi sekitar 168 miliar dolar AS di September 2015. Akibatnya, risiko nilai tukar karena depresiasi rupiah akan semakin terlihat, khususnya saat the Fed menaikkan suku bunga acuan di Amerika Serikat dalam waktu dekat.

Oleh karena itu, pendalaman pasar modal atau pun pasar obligasi domestik bagi sektor swasta tetap menjadi prioritas untuk memberikan alternatif pembiayaan sektor swasta dari dalam negeri, sehingga sektor swasta tidak terlalu terimbas oleh gejolak nilai tukar. Selain itu, usaha-usaha mendorong intermediasi dari sektor perbankan melalui relaksasi aturan makroprudensial ataupun mikroprudensial, tetap diperlukan karena ruang ekspansi kredit oleh sektor perbankan akan terbatas seiring penerapan aturan-aturan Basel III mulai 2016.

Selain itu, Wahyoe Soedarmono menambahkan peningkatan literasi dan inklusi keuangan perlu dilakukan guna mendorong investasi masyarakat ke instumen-instrumen jangka panjang dalam rangka memperkuat sisi pendanaan bagi sektor perbankan. Perlambatan kredit saat ini, selain dipengaruhi oleh faktor perlambatan permintaan kredit, juga karena efek penawaran akibat pengetatan sumber-sumber pendananan di sisi perbankan. Pertumbuhan kredit yang baik akan mendorong pemulihan ekonomi di tahun 2016.

Peningkatan literasi dan inklusi keuangan juga turut menjadi perhatian pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan, OJK tahun ini menargetkan peningkatan sebesar dua persen (2%) untuk indeks literasi keuangan.

Managing Director, Head of Global Markets, HSBC Indonesia  Ali Setiawan   mengatakan depresiasi rupiah terhadap dolar AS saat ini lebih disebabkan oleh beberapa faktor struktural domestik, seperti ekspor yang masih didominasi oleh barang commodity yang sedang melemah dan sentimen eksportir yang mengurangi penjualan mata uang asing terhadap rupiah, serta impor barang konsumsi yang terus meningkat. Faktor tersebut menyebabkan banyaknya dolar AS yang digunakan oleh sektor swasta untuk pembayaran impor, membayar utang luar negeri dan membayar dividen.” Ali Setiawan juga menilai bahwa untuk prospek ekonomi tahun depan masih akan terpengaruh pada ekonomi Tiongkok yang cenderung masih melambat.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Ketersedian Infrastruktur Bisa Tarik Investor

LAMPUNG – Pembangunan ruas jalan Tol Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 140,9 kilometer

Fahri: Masyarakat Gunung Sinabung Butuh Pekerjaan

JAKARTA-Pemerintah diminta memberi perhatian khusus terhadap aktivitas Gunung Sinabung di