Umur P4 Cuma 20 Tahun, Setelah Itu Tak Terdengar

Tuesday 15 Mar 2016, 4 : 48 pm
aktual.com

JAKARTA-Badan Pengkajian MPR RI menilai pasca Pemilu 1997 merupakan masa kelam bagi Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4). Karena reformasi mendesak P4 untuk dicabut. Setelah itu, Pancasila tidak terdengar lagi. “Mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) juga diganti, menjadi pendidikan mental, dan belakangan hanya menjadi mata pelajaran tentang kewarganegaraan,” kata Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR Soemandjaja dalam diskusi bertema ‘Program-program Badan Pengkajian MPR RI Tahun 2016’ di Gedung MPR/DPR Jakarta, Selasa (15/3)

Menurut Soemandjaja, umur P4 hanya sekitar 20 tahun, yakni dari 1978-1998. Hal lain yang juga membuat Pancasila tidak lagi begitu tertanam dalam generasi muda saat ini, adalah adanya sikap kritis masyarakat terhadap peran Pancasila itu sendiri. Pancasila yang disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum nasional dipertanyakan dimana letak dasar hukum yang melekatkan antar kelima sila yang ada. “Muncul pertanyaan dari anak muda, di mana bisa membuktikan bahwa Pancasila bisa saling terkait antar silanya. Tapi, karena dinilai tidak ada, sehingga ada usulan agar Pancasila sebaiknya dimasukkan saja ke dalam UUD45 karena di dalam pembukaan UDD45 itu terdapat sila-sila dari Pancasila. Tapi, ini juga dipersoalkan karena kalau masuk UUD45 maka Pancasila bisa diamandemen dong,” ujarnya

Oleh karena itu, lanjut anggota Fraksi PKS, Badan Pengkajian terus mematangkan rencana amandemen UUD 1945. Terdapat 15 topik yang dikaji untuk rencana amandemen kelima konstitusi tersebut.

Ada aspek konstitutum atau aspek kekinian sesuai dengan dinamika yang berkembang di masyarakat sehingga UUD45 perlu diamandemen lagi. “Tiap produk manusia itu lambat laun akan menjadi fosil. Mulai tampak kekurangannya. Karena ada aspek konstitutum yang menyesuaikan kekinian jamannya,” tuturnya.

Ada 15 topik yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu seputar persoalan Pancasila, evaluasi posisi MPR dalam sistem ketatanegaraan, dalam hal ini kewenangan-kewenangan yang diperlukan MPR pasca pemangkasan kewenangan lembaga tersebut.

Lalu, soal pemerintahan terutama mengenai sistem presidensial yang efektif, kemudian mengenai penataan kembali lembaga DPD, serta terakhir mengenai penataan lembaga peradilan Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK)dan Komisi Yudisial (KY).

Dari topik yang ada itu, Soemandjaja menyoroti tentang peran dan kedudukan Pancasila sebagai pedoman hidup bernegara. Dulu, kata dia, ketika masih ada P4, Pancasila begitu membumi dan terrsosialisasi secara baik. “Sampai ada lembaga khusus yang namanya BP7, di sekolah juga ada mata pelajaran khusus PMP,” ujarnya.

Ketua Badan Pengkajian MPR RI Bambabg Sadono mengungkapkan pada rapat pimpinan MPR bersama Badan Pengkajian UUD 45 MPR, pernah dibicarakan tentang kemungkinan dimulainya amandemen UUD 45 pada 2016. Kalaupun harus mundur, targetnya tahun 2017 pembahasan mengenai butir-butir amandemen sudah disepakati. “Karena jangan samppai Badan Pengkajian terbang terus, tapi ga pernah mendarat,” kelakarnya.

Hingga saat ini, menurutnya, sudah ada respin dari sejumlah partai yang merupakan induk dari fraksi-fraksi di MPR tentang topik yang sedang dikaji. Misalnya konsep tentang konsep pembangunan model GBHN yang diusulkan PDI Perjuangan. “Sebetulnya paket GBHN itu ada dalam pembahasan penataan MPR yang sedang kita kaji,” kata senator asal Jawa Tengah ini.

Selain itu juga wacana pembubaran DPD oleh PKB karena dianggap tidak kewenangannya tidak bisa ditingkatkan lagi. Soal penguatan kewenangan DPD yang akan dikuatkan dalam amandemen UUD, Bambang yang juga Sekretaris Kelompk DPD di MPR ini menilainya skeptis.

Bambang mengatakan istilah amandemen terbatas sebetulnya tidak ada. Yang penting usulannya jelas, pasal mana di UUD yang ingin diamandemen dan apa argumentasinya. Misalnya DPD ingin ada penataan kembali. Kalau bicara jumlah dukungan, kita memang hanya memiliki 132 anggota di MPR, tentu harus meyakinkan fraksi-fraksi di MPR untuk mendukungnya. “Jadi kemungkinan tidak banyak usulan-usulan amandemen yang disepakati,” ujarnya.

Sementara itu, Sekjen MPR Maruf Cahyono menjelaskan dalam menjalankan pekerjaan besar ini, pihaknya bertindak sebagai supporting system. Oleh karena itu, Setjen MPR harus memastikan bahwa jangan sampai kerja-kerja Badan Pengkajian MPR dalam merumuskan usulan butir-butir yang akan diamandemen tanpa hasil alias masyarakat tidak mengetahuinya karena tidak tersosialisasi dengan baik.

Maruf mengatakan ada dua hal yang menjadi penekanannya yaitu pertema memastikan fokus dari kajian amandemen UUD45. Dan kefua kerja-kerja Badan Pengkajian amandemen UUD45 harus sampai di masyarakat. “Kalau kebijakan mau diambil, maka masyarakat juga harus tau dan paham, agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat. Itu yang harus kita lakukan,” pungkasnya. **aec

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Perkembangan digital yang pesat turut memengaruhi cara korporasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) beroperasi di berbagai sektor, tidak terkecuali sektor keuangan dan perbankan

Bank DBS Hadirkan DBS MAX QRIS Memperkuat Kapabilitas Perbankan Korporasi Digital

JAKARTA-Perkembangan digital yang pesat turut memengaruhi cara korporasi dan Usaha

Presiden: Kerugian Akibat Peredaran Narkoba Capai Rp 63 Triliun

JAKARTA-Peredaran dan konsumsi Narkotika serta obat-obatan terlarang di kalangan masyarakat Indonesia memberikan kerugian ekonomi yang cukup besar. Dari sisi ekonomi, pada tahun 2015, narkoba telah menimbulkan kerugian sampai dengan Rp 63 triliun. Presiden Joko Widodo mengatakan total dana itu yang digunakan pengguna dan pengecer untuk membeli narkoba, serta membiayai pengobatan dan rehabilitasi bagi pengguna Narkoba. “Selain itu, kerugian terjadi akibat pencurian barang untuk beli narkoba,  kerugian akibat biaya rehabilitasi dan biaya-biaya yang lainnya,” kata Presiden Jokowi saat menghadiri puncak peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2016, di Pinangsia Taman Sari, Jakarta, Minggu (26/6). Selain kerugian material, Jokowi mengatakan, peredaran narkoba juga telah merusak kehidupan masyarakat. Berdasarkan data yang dimilikinya, pada tahun 2015 angka kejadian pengguna narkoba mencapai 5,1 juta jiwa. “Dan paling menyedihkan, 40 sampai 50 generasi mudah kita tiap hari mati akibat narkoba,” katanya. Dengan daya rusak akibat narkoba, tegas Jokowi, tidak ada pilihan lain untuk menyatakan perang terhadap narkoba. Perang terhadap narkoba memerlukan kerjasama semua pihak. Untuk itu, tegas Presiden, semua harus dihentikan, harus dilawan, dan tidak bisa dibiarkan lagi. Presiden menegaskan perang melawan narkoba di Indonesia. Presiden meminta kepada semua kementerian, lembaga, aparat hukum, terutama di Polri, kepada seluruh Kapolda, jajaran Polda, kepada seluruh Kapolres, jajaran Polres, Polsek semuanya, agar mengejar dan menangkap para pengedar narkoba. “Hajar mereka, hantam mereka. Semua harus bersinergi mulai dari pesantren, universitas, kementerian, lembaga, kota, kabupaten, maupun provinsi, semuanya, sebab kalau ini dibiarkan bisa kemana-mana dan bisa melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara kita,” tegasnya. “Sekali lagi, dimanapun ada narkoba kita harus berantas, Indonesia tidak boleh dijadikan tempat lalu lintas peredaran dan perdagangan narkoba lagi, apalagi menjadi tempat produksi barang-barang haram tersebut. Sekali lagi saya tegaskan saatnya kita  perang melawan narkoba,” pungkas Presiden.