OJK Genjot Perbankan Syariah Jadi Pemimpin Ekonomi

Sunday 22 Nov 2015, 5 : 30 pm
by

BOGOR-Pertumbuhan perbankan syariah dalam tiga tahun belakangan mulai mengendur padahal sebelumnya sempat moncer rata-rata di angka 10 persen. Penurunan ini disebabkan belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antara pemerintah dengan otoritas dalam perbankan syariah. Untuk itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siap mendongkrak kinerja perbankan syariah agar menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. “Idealnya perbankan syariah jangan hanya mengekor pada pertumbuhan perekonomian. Tetapi, harus menjadi motor penggerak ekonomi. Dalam Roadmap perbankan syariah Indonesia 2015-2019, kita ingin menggenjot market share perbankan syariah menjadi 10-15 persen,” ujar Direktur Perbankan Syariah OJK, Dhani Gunawan Idhat di Bogor, Sabtu (21/11).

Menurutnya, pangsa pasar perbankan syariah sejak 2008 masih di bawah angka 5 persen. Angka ini tertinggal jauh disbanding dengan di beberapa negara muslim lain seperti Malaysia dan Uni Emirat Arab. Pertumbuhan perbankan syariah kedua nenagara ini sudah diatas dua digit.

Di Malaysia misalnya, pangsa pasarnya mencapai 24 persen. Bahkan di negeri ringgit ini, sudah memiliki 45 produk perbankan syariahnya. Varian produk perbankan syariah di Malaysia ini kalah jauh dibanding dengan Indonesia yang hanya memiliki 17 produk perbankan syariah.

Demikian juga di Uni Emirat Arab yang sebesar 16 persen yang sudah menggerakan bisnis properti. Sama juga di Inggris yang semakin maju bisnis perbankan syariahnya yang sudah menjadi pendongkrak pasar uang. “Ke depan, perbankan syariah harus berkontribusi signifikan. Apalagi sistem dan mekanisme perbankan syariah anti gejolak. Makanya harus ada program yang jelas,” ujarnya.

Akan tetapi, agar mendapatkan program yang jelas tentu harus terlebih dahulu diidentifikasi isu strategis dalam perbankan syariah. “Ada tujuh isu strategis yang sedang kami selesaikan solusinya agar dapat teratasi,” tegasnya.

Ketujuh isu strategis itu adalah, pertama, belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan perbankan syariah tersebut. “Dalam hal ini pemerintah harus turun tangan. Di Malaysia misalnya mengeluarkan kebijakan yang mendukung seperti insentif pajak, bantuan riset, kemudian dana APBN-nya ditempatkan sebagian ke bank syariah,” tegasnya.

Kedua, masih banyak perbankan syariah yang memiliki modal belum memadai, sehingga menghambat bank-bank syariah dalam membuka kantor cabang, mengembangkan infrastruktur, dan pengembangan segmen layanan.

Ketiga, struktur pendanaan perbankan syariah masih dari biaya dana mahal yang berdampak pada keterbatasan segmen pembiayaan. Hal tersebut tercermin dari komposisi cash and Saving accounts (CASA) belum seefisien bank umum konvensional.

Keempat, produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai ekspektasi masyarakat. Fitur bank syariah belum selengkap produk serupa bank konvensional. Kelima, kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai serta teknologi informasi kurang mendukung pengembangan produk serta layanan.

Keenam, pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah ke bank syariah. ‎Sedangkan ketujuh, pengaturan dan pengawasan yang masih belum optimal. “Yang jelas beberapa poin penting yang kami dorong, selain modal yang kami dorong harus diperkuat, juga memperkuat SDM dan perlunya sinergi teknologi di bank induk yang meati ditransfer ke anak perusahaan, yaiti bank syariah tersebut,” pungkasnya. (TMY)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

MMI Pemenang Indonesia 2020 Microsoft Partner of the Year

JAKARTA-Mitra Integrasi Informatika (MII) dinobatkan sebagai pemenang Indonesia 2020 Microsoft

Presiden Jokowi: Investasi SDM Tak Bisa Ditunda

JAKARTA-Presiden Joko Widodo menjadikan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang