Pemerintah Belum Terbuka Soal Utang Dari China

Wednesday 23 Mar 2016, 12 : 05 pm

JAKARTA-Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mengalami kenaikan cukup significan 59% membuat DPR prihatin. Karena itu DPR mengingatkan pemerintah berhati-hati agar tidak terjebak utang seperti negera-negara lain. “Hanya ada satu kata: prihatin! Sudah kesekian kali kita mengingatkan pemerintah untuk tidak jor-joran menumpuk utang,” kata anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Berdasarkan data Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan RI ada lima kreditor besar Indonesia, salah satunya China. Bahkan utang ke Cina mengalami kenaikan hanya dalam waktu setahun. “Sepertinya pemerintah punya cara pikir yang berbeda. Kita tidak tahu persis apa yang ada dalam isi kepala pemerintah sekarang ini. Apakah ini kebijakan ekspansi, ataukah kebijakan dari para pemburu rente, sementara kebijakan di dalam negeri dibuat kontraksi,” tambahnya.

Naiknya ULN kepada Cina hingga 59% membenarkan dugaan bahwa pemerintah sekarang sungguh-sungguh memosisikan dirinya sebagai “pelayan yang baik” bagi negeri tirai bambu itu. Tidak ada penjelasan yang detil. Pemerintah terkesan menutup-nutupi.

Selama ini banyak kasus ULN kepada Cina yang misterius seperti pinjaman kepada 3 Bank BUMN (Mandiri, BRI, BNI), dan lain-lain. “Hingga hari ini tidak ada penjelasan yang memuaskan dari pemerintah. Saya khawatir, dengan tidak adanya penjelasan yang komprehensif, pas kita bangun besok pagi, Semakin menegaskan negara ini sudah tergadai,” tandas dia.

Maka Dengan posisi seperti itu, negara ini sedang dihadapkan dengan naiknya rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Sekarang saja sudah di atas 30%. Sementara itu, posisi debt service ratio (DSR) terus meningkat di atas 50%. “Artinya, beban utang bangsa ini semakin besar dan berat. Lebih dari setengah pendapatan ekspor hanya habis untuk membayar utang ke asing,” ungkap dia.

Jadi Beban yang harus dibayar itu akan terasa lebih berat lagi di tengah buruknya kinerja ekspor nasional. “Kita semua tahu, penerimaan ekspor Indonesia, baik migas maupun nonmigas, semakin menurun,” ujar dia.

Selain itu, Data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2015 menunjukkan bahwa neraca perdagangan migas tercatat defisit sebesar US$1,2 miliar, lebih rendah 55,2 % (qtq), sedangkan neraca perdagangan nonmigas hanya surplus sebesar US$4,3 miliar atau lebih rendah dari surplus triwulan sebelumnya sebesar US$5,2 miliar. “Kondisi itu seharusnya menjadi “alarm” bagi pemerintah,” imbuhnya. **aec

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Genjot Potensi Wisata Sumbawa-Bima Raya, Ini Kiat Menteri Sandi Uno

BIMA-Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Penyakit Garuda, Segera Tuntaskan Masalah Dengan ‘Lessor’

JAKARTA-Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal menegaskan masalah