Praktek Jual Beli Suara, Aparat Hukum Harus Pantau Aktifitas Caleg Dapil VI Jabar

Wednesday 1 May 2019, 3 : 01 pm
by

BEKASI-Koordinator Konsorsium Pemilu Bersih Bekasi (KPBB) Zaenudin meminta aparat penegak hukum maupun penyelenggara pemilu di Kota Bekasi dan Kota Depok untuk mewaspadai manuver caleg yang melakukan kecurangan berupa penggembosan dan penggelembungan suara di pemilu 2019 ini.

Disinyalir praktek kotor ini mulai dipakai oleh salah seorang caleg di Dapil Jabar VI ini. “Kami menerima laporan masyarakat tentang dugaan jual beli suara ini. Kami juga menurunkan tim ke lapangan untuk menangkap tangan para pelaku kecurangan ini,” tegasnya Rabu (1/5).

Berdasarkan informasi masyarakat, salah seorang caleg di Dapil Jabar ini mulai bermain kotor. Beberapa waktu lalu, sang caleg ini mengumpulkan semua PPK, baik di Kota Depok dan Kota Bekasi.

Kepada PPK itu, dia meminta agar suaranya dinaikan atau ditambahkan. Diapun menjanjikan sejumlah uang kepada PPK yang hadir. Namun permintaan sang caleg ditolak para PPK lantaran system pemilu 2019 ini sangat transparan.

“Aparat penegak hukum terus memantau pergerakan sang caleg ini. Tinggal menunggu waktu tangkap tangan saja,” jelasnya.

Zaenudin mengaku kasus jual beli suara terjadi dalam Pileg 2019. Praktik ini terjadi di antara para caleg yang bersaing untuk mendapatkan kursi parlemen. Alasannya, persaingan antarcaleg di daerah pemilihan untuk menduduki kursi parlemen semakin ketat.

Saat ini, di Dapil Jabar VI, tercatat 96 orang caleg bertarung dari 16 parpol. Sementara, kursi DPR yang tersedia untuk diperebutkan hanya 6 kursi.

“Mekanisme kecurangannya salah satunya penggelembungan dan penggembosan suara. Menggembosi suara satu caleg dalam partai itu sangat mungkin,” katanya.

Dia mengatakan, praktik jual beli suara ini terjadi karena model penetapan kursi caleg dilakukan secara proporsional terbuka. Para caleg harus bersaing mendapatkan suara terbanyak, bahkan dari pesaingnya dalam satu partai yang sama.

Lebih lanjut, Pileg tahun ini dilaksanakan berbarengan dengan Pilpres. Hal ini menyebabkan pengawasan baik dari penyelenggara Pemilu, media massa, dan masyarakat lebih berfokus kepada Pilpres.

Saat itu, fokus dari penyelenggara Pemilu, media massa, dan masyarakat sudah beralih kepada masalah pelanggaran Pilpres. Alhasil, para caleg lebih leluasa untuk melakukan jual beli suara ini.

“Hari ini fokus perhatian masyarakat soal Pilpres. Akibatnya, pileg tidak menjadi perhatian yang cukup mendalam dari publik secara luas,” katanya.

Dia melihat terdapat sejumlah modus dalam praktek jual beli suara ini. Modus yang mungkin bisa dilakukan di antaranya, memanfaatkan sisa surat suara yang tidak terpakai di TPS untuk dicoblos dan diberikan kepada kubu yang sudah memesan kepada oknum Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Kemudian menuliskan hasil yang berbeda antara hasil yang ada pada lembar C1 dengan penulisan.

PPK melakukan pengalihan suara dari satu atau lebih calon kepada calon lain dari parpol dan dapil yang sama, pengalihan suara pada calon lain.

Selanjutnya, pengalihan suara parpol kepada calon dengan persetujuan KPPS atau PPK, pengalihan dengan persetujuan ketua dan anggota KPPS maupun PPK dengan alasan urusan internal partai.

Selain itu, pengalihan suara antar-calon berbeda partai melalui broker dengan imbalan serta penambahan atau pengurangan perolehan suara partai atau caleg dengan mengganti angka agar terkesan tidak teliti dalam rekapitulasi.

“Modus-modus jual beli suara tersebut terjadi usai pemungutan suara. Dan harus diwaspadai sebab ini merusak demokrasi,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kasus Positif COVID-19 Naik 700, Pasien Sembuh 293, Meninggal 40

JAKARTA-Pemerintah Indonesia melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mencatat penambahan

Mahfud MD: Pendidikan Agama Penting Untuk Kesejukkan

KARIMUN-Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD berkomitmen memberikan perhatian khusus