12 Tahun, LKTBI Meraih Predikat Opini WTP

Tuesday 26 May 2015, 7 : 48 am
by

JAKARTA-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merampungkan proses audit terhadap Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2014. Dari hasil audit BPK, LKTBI mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang merupakan opini terbaik bagi sebuah laporan keuangan. “Opini WTP yang diperoleh dalam kurun waktu 12 tahun terakhir mencerminkan kesungguhan dan komitmen BI untuk senantiasa transparan dan akuntabel,” jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/5).

Berbeda dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya, LKTBI Tahun 2014 disusun berdasarkan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KAKBI), yang baru berlaku sejak 1 Januari 2014. KAKBI adalah standar akuntansi khusus untuk BI dalam penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan BI yang disusun oleh Komite Penyusun KAKBI yang independen yang beranggotakan figur terhormat dan kompeten dalam bidang akuntansi di Indonesia. Sebelumnya, LKTBI disusun berdasarkan Pedoman Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (PAKBI), yang disusun dan ditetapkan oleh BI. Perolehan opini WTP tersebut mencerminkan bahwa KAKBI dapat diterima sebagai standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan BI.

LKTBI per 31 Desember 2014 audited menunjukkan total aset/liabilitas sebesar Rp1.812,8 triliun. Selama periode 1 Januari- 31 Desember 2014, BI mencatat surplus setelah pajak sebesar Rp41,2 triliun. “Adapun rasio modal BI terhadap kewajiban moneter adalah 7,74%,” jelasnya.

Memaknai laporan keuangan BI hendaknya berangkat dari tujuan BI sebagaimana diamanatkan Undang-Undang tentang BI, yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan di BI agar tidak dipandang sebagaimana layaknya pengelolaan keuangan entitas komersial yang menjalankan usahanya dengan tujuan mencapai keuntungan. Bagi BI, surplus/defisit bukan merupakan tujuan melainkan dampak dari pelaksanaan tugasnya. “Dengan demikian, surplus/defisit BI adalah sebuah konsekuensi dan dampak dari pelaksanaan kebijakan guna mencapai tujuan BI,” ujarnya.

Menurutnya, tahun 2014 kembali menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia. Pemulihan terus berlangsung di berbagai ekonomi utama dunia, namun dengan kecepatan yang tidak sesuai harapan dan tidak merata. Sebagai negara berkembang (emerging market), Indonesia turut merasakan adanya arus keluar modal asing. Situasi di tataran global tersebut semakin berat dengan adanya berbagai permasalahan struktural pada perekonomian domestik, antara lain ekspor yang masih didominasi produk berbasis sumber daya alam, ketahanan pangan dan energi yang masih rendah, pasar keuangan yang belum dalam, serta ketergantungan pada pembiayaan eksternal yang meningkat.

Menghadapi tantangan dan risiko tersebut, BI dan Pemerintah memperkuat sinergi dan menempuh berbagai bauran kebijakan dengan tetap memprioritaskan stabilitas makroekonomi dan terus mendorong reformasi struktural untuk memperkuat fundamental perekonomian. Bauran kebijakan yang ditempuh BI diarahkan pada upaya untuk mencapai sasaran inflasi, menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat, dan mendukung terpeliharanya stabilitas sistem keuangan.

Di sepanjang tahun 2014, lanjutnya, BI melanjutkan kebijakan moneter yang hati-hati dan konsisten yang telah dimulai sejak pertengahan 2013. Selama 11 bulan pertama di tahun 2014, BI mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%. Selanjutnya pada 18 November 2014, menyikapi kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang ditempuh Pemerintah, BI menaikkan BI Rate menjadi 7,75%.

Dalam rangka penguatan operasi moneter, BI melanjutkan pengelolaan likuiditas melalui instrumen operasi moneter baik Rupiah maupun valuta asing. Sementara itu, pertumbuhan perekonomian global yang tidak sebesar perkiraan semula dan perbaikan perekonomian Amerika Serikat yang solid telah memicu penguatan mata uang USD terhadap hampir seluruh mata uang global termasuk Rupiah. “ BI telah menempuh langkah-langkah kebijakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Masalah Kesejahteraan Petani dan Nelayan Jadi Harga Mati

MALANG-Masalah  kesejahteraan petani dan nelayan hingga kini belum mendapat perhatian

Dukung Program EBT, Bukit Asam Gencar Bangun PLTS untuk Pertanian

JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga