MPR Berharap Sistem Ketatanegaraan Dikaji Serius

Monday 28 Sep 2015, 4 : 51 pm
daridulu.com

JAKARTA—Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR ) mengakui tidak mudah untuk mengkaji sistem ketatanegaraan Indonesia. Alasannya persoalannya tidak sesederhana yang dibayangkan. Apalagi ternyata banyak persoalan baru yang muncul dipermukaan. “Kami menemukan banyak sekali permasalahan yang perlu dikaji dalam sistem ketatanegaraan Indonesia,” kata anggota Badan Pekerja (BP) MPR Martin Hutabarat saat membuka Forum Group Discussion (FGD) MPR dengan Lemhanas di Jakarta, Senin (28/9/2015).
Martin menambahkan sistem presidensial saat ini menjadi ciri bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam UUD NRI 1945. Namun dalam praktiknya kekuasaan parlemen lebih kuat daripada kekuasaan eksekutif. “Apakah itu tak ada yang keliru? Bagaimana sistem ketatanegaraan menjaga sistem persatuan dan bukan pelemahan nilai NKRI, termasuk demokrasi sebagai sistem ketatanegaraan, terangnya.
Ketua Fraksi Partai Gerindra itu menjelaskan seharusnya langkah MPR menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara berakar dalam pola pikir, pola budaya dan peraturan undang-undang serta kebijakan pemerintah. “Kami berharap ada pemikiran serius dalam FGD ini, bagaimana menjadikan UUD sebagai landasan konstitusional tak lagi sakral seperti masa Orba. Sekarang tak ada lagi yang sakral. Kalau UUD tak memadai dan tak menampung aspirasi masyarakat maka produk konstitusi itu bisa diamandemen, “ ujarnya.
Dalam lima tahun terakhir, kata Martin, MPR juga memperoleh tuntutan dari dunia kampus, cendekiawan, tokoh masyarakat hingga profesi tertentu untuk melakukan perubahan terhadap UUD Tahun 1945. Alasannya menyangkut posisi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang selama ini dianggap tak memiliki peran sehingga keberadaannya tidak diperhitungkan. “Karena itu, keberadaan DPD perlu diperkuat melalui perubahan UUD 1945,” ujarnya mengomentari sistem ketatanegaraan Indonesia.
Martin mengatakan selain menyangkut DPD, para pengusul perubahan UUD 1945 juga memandang perlu kembalinya GBHN, seperti zaman orde baru. Usul tersebut salah satunya disampaikan oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri. “Keberadaan GBHN dibutuhkan agar pembangunan dilaksanakan sesuai garis besar haluan pembangunan, tidak semata-mata berdasar pada pidato kampanye capres terpilih,” imbuhnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pemerintah Tunjuk Maudy Ayunda Sebagai Jubir Presidensi G20 Indonesia

JAKARTA-Pemerintah menunjuk figur publik Maudy Ayunda sebagai juru bicara untuk

Fundamental Baik, Rupiah Tahun Depan Menguat

JAKARTA-Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi