JAKARTA- Pertumbuhan ekonomi tidak seimbang (unequitable development) karena kontribusi terbesarnya bersumber dari gelembung di sektor financial. Sementara sektor rill yang menopang ekonomi selama ini tidak mendapat dukungan. Padahal, pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan sektor keuangan, itu sangat rapuh. “Istilah saya, pertumbuhan ekonomi balon. Gelembung diluar, didalamnya kosong atau inbalance,” ujar pengamat ekonomi Universitas Pancasila, Agus S Irfani di Jakarta, Senin (25/3).
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini sebenarnya digelembungkan oleh sektor keuangan, terutama pasar modal. Padahal, capitalisasi di pasar keuangan ini lebih banyak disupport oleh hot money (uang panas) yang sifatnya jangka pendek. Karena pertumbuhan itu sifatnya unequitable maka apa yang terjadi dipasar uang tidak berdampak pada sektor rill. “Saya kira, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 6,5-6,7 persen. Tetapi, saya tidak menjamin apa itu rill,” jelas dia.
Dia menegaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum berkualitas. Sebab penyumbang pertumbuhan ekonomi hanya satu sektor saja, sementara sektor penopang lainnya tidak bertumbuh. “Jadi, sangat keliru kalau orientasi ekonomi kita lebih pada pertumbuhan ekonomi ketimbang kualitas dari pertumbuhan itu sendiri. Apa artinya ekonomi tumbuh kalau pertumbuhan pengangguran dan kemisnikan naik tajam,” kata dia.
Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi tinggi ini bersifat semu. “Sektor keuangan tumbuh pesat, tetapi sektor rill matipun, ekonomi tumbuh tinggi.
Ini sangat berbeda dengan konsep pembangunan ekonomi pemerintahan orde baru lewat trilogi pembangunan (pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional). Kalau sekarang ini, konsep pembangunan lebih mengacu pada pertumbuhan ekonomi. Padahal, orientasi pada pertumbuhan ekonomi itu tidak sehat karena belum tentu benar atau mencerminkan data rill.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi itu akan berguna bagi masyarakat jika terjadi keeimbangan antara pertumbuhan sektor keuangan dan sektor rill. “Sebagai contoh, kalau sektor keuangan mau maju, BUMN yang go publik banyak. Dengan banyaknya BUMN yang maju, mereka memiliki dana CSR. Dana CSR ini bisa dipergunakan menggerakan UKM. Sektor UKM ini terbina melalu program CSR,” pungkas dia.