Dari Forum OKI, Indonesia Jangan Ambil Posisi Paling Lemah

Thursday 14 Dec 2017, 11 : 39 am

JAKARTA-Banyak tahapan yang harus dirancang dalam kompleksitas sikap dan posisi politik negara-negara OKI. Namun apakah Indonesia bisa menjuru bicarai suatu keadaan yang lain, sehingga dapat membuat negara-negara OKI ini bersatu padu dulu dalam ide-ide dasar. “Saya melihat penting bagi Indonesia meletakan satu narasi baru bagi OKI yang dapat menyeret semua negara dalam kalimat dan pengertian yang sama tentang keadaan mereka. Ini yang pertama-tama harus dilakukan oleh Indonesia,” kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/12/2017).

Menurut Fahri, membaca dan melacak kencenderungan politik OKI itu kalau ditelusuri dari ujung menjadi sulit. Namun kalau dimulai dari pangkalnya dalam konsepsi umat Islam sebagai umat yang satu, maka tentu itu bisa dimulai melakukan pembicaraan yang lebih mendalam. Karena disatukan terlebih dahulu.

Untuk tujuan itu, lanjut Fahri, pemimpin Indonesia harus memiliki kharisma. “Itu yang saya sering berulang-ulang katakan. Tanpa kharisma sekuat Soekarno, kita akan sulit sekali mengumpulkan negara-negara lain,” ujarnya.

Fahri menceritakan dulu Indonesia punya Soekarno setelah kemerdekaan 1945. Setelah itu sepuluh tahun kemudian pada 1955, Soekarno sudah berhasil mengundang Negara-Negara Asia Afrika duduk dalam satu meja lalu menyepakati platform bersama dari Negara-Negara Afrika dan dari platform itu banyak sekali keputusan-keputusan yang mengubah wajah dunia.

Tapi sekali lagi, sambung mantan Ketua KAMMI, Indonesia memerlukan seorang yang punya kharisma, punya kemampuan berbicara yang kuat, baik dan juga datang membawa teks narasi yang kuat tadi, seperti yang katakan diawal. “Nah apakah Indonesia masih bisa melakoni ini. Ini perytanyaan penting yang patut diajukan,” paparnya.

Ketiga, ada kondisi awal yang dapat menyatukan bangsa-bangsa OKI, ada juga kondisi akhir seperti sekarang ini yang mungkin perlu dicari celahnya untuk menemukan kesamaan kata. Misalnya, sebelum kita melompat kepada isu tekhnis yang sekarang berkembang. Coba kita memasuki dulu isu-isu strategis misalnya kedudukan Al Quds.

Lebih jauh kata Fahri, oang Islam harusnya tidak boleh berbeda pendapat tentang kedudukan Al Quds, kedudukan Palestina dan kedudukan sejarah bangsa Palestina. Karena, kalau untuk itu saja kita berbeda bagaimana bisa bersatu? Dan kedudukan Palestina dan alquds itu disatukan oleh pandangan yang secara fundamentil ada daam naskah dan kitab suci, juga naskah dalam hadis-hadis nabi. Kalau ini diletakan terlebih dahulu, tentu bansga-bangsa Islam akan mudah bersatu.

Berikutnya, baru kita letakan kepentingan politik kita hari ini, yang memang memerlukan adanya negosiasi-negosiasi. Tetapi alur berfikirnya harus seperti itu, memulai dari apa yang kita miliki maka kita dapat menyatukan bansga-bangsa OKI.

Paling tidak dalam pertemuan OKI ini, Presiden Indonesia atau Indonesia sendiri jangan hanya mengambil posisi yang paling lemah, seperti mengutuk, mengecam, meminta. Ini kalimat-kalimat yang tidak boleh dikeluarkan oleh bangsa besar seperti Indonesia ini. Harus ada kekuatan yang lebih, baik pada konteks OKI, maupun juga konteks PBB. Indonesia harus bisa memiliki sendiri sikap yang lebih kuat yang ini tentu akan mengubah wajah dunia kita juga.***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

sepanjang periode Januari-September 2021, perseroan berhasil membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 35,32 persen (y-o-y) menjadi Rp1,52 triliun.

BBTN Rilis Aplikasi Digital Pengajuan KPR Bagi TNI

JAKARTA-Guna dapat memperluas basis nasabah, PT Bank Tabungan Negara (Persero)

Tak PHK Karyawan, UMKM Dapat Kredit Rp 50 Miliar

JAKARTA-Pemerintah memberikan dukungan kredit permodalan penuh bagi usaha mikro kecil