Ada Nuansa Politis, Desak Lombok Jadi Bencana Nasional

Tuesday 21 Aug 2018, 6 : 04 pm

JAKARTA-Masyarakat mempertanyakan manuver sejumlah elit politik yang terus mendesak-desak agar gempa Lombok ditetapkan menjadi bencana nasional. Padahal pemerintah sudah memiliki pertimbangan sendiri dalam menangani bencana gempa tersebut. “Persoalan bencana itu harus mendahulukan aspek kemanusiaan, jadi bukan aspek politiknya. Karena itu aspek politisnya harus dikesampingkan. Makanya, langlah tanggap darurat yang dilalkukan guna meminimalisir penderitaan warga,” kata anggota Komisi III Fraksi PDIP Masinton Pasaribu dalam diskusi forum legislasi bertema “Regulasi, Pengawasan dan Penanganan Bencana Lombok Duka Indonesia” , bersama Ketua Komisi V DPR Farry Djami Francis dan pemerhati masalah sosial dan ekonomi Johanes Saragih di Jakarta, Selasa (21/8/2018).

Menurut Masinton, masyarakat korban bencana tidak mempersoalkan status, namun lebih kepada respon cepat dari pemerintah dalam menangani penderitaan warganya. Bahkan pemerintah akan meneken Perpres bantuan Bencana Lombok agar penangananannya dilakukan secara nasional. “Karena apapun penetapan status itu, tentu punya dampak lain di luar bencana tadi, itu artinya pemerintah harus berhati-hati menetapkan status itu,” tambahnya.

Dikatakan Masinton, meskipun tidak ditetapkan sebagai bencana ansional tetapi bantuan internasional diperbolehkan datang. Apalagi dunia internasional juga sudah mengetahui. “Yang namanya, orang membantu itu tidak bisa serta-merta kita paksa untuk membantu, kira-kira begitu. Makanya dengan adanya Perpres itu, harus kita sambut baik,” ujarnya.

Lebih jauh Masinton membeberkan kehadiran Presiden Jokowi ke lokasi bencana menunjukkan keseriusan pemerintah menyelesaikan persoalan warga. Bahkan beliau panggil menteri-menteri saat itu juga. “Setidaknya kehadiran seorang presiden Jokowi di tengah-tengah masyarakat bisa memberikan kepastian jaminan hidup warga negara,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Komisi V DPR Farry Djami Francis menegaskan pemerintah telah gagal dalam mitigasi bencana. Mestinya, pemerintah jujur dan fokus pada rekonstruksi penanganan pasca gempa. “Cuma masalahnya, rumah yang mau dibangun itu rumah baru, atau rumah paska gempa. Harusnya, kita berani melakukan seperti Presiden Obama saat kejadian bencana New York, terjadinya badai, dimana AS menetapkan sebagai bncana nasional,” ungkapnya.

Lebih jauh kata anggota Fraksi Partai Gerindra menceritakan Komisi V DPR sebenarnya dalam 3 tahun ini mendorong agar anggaran Badan Meteorolgi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bisa naik, terutama berkaitan dengan penanganan-penanganan instrumen dan early warning system. Sayangnya, anggaran itu mentok, hanya mencapai Rp1,7 triliun-Rp1,8 Triliun. Padahal yang dibutuhkan itu sekitar Rp2,6 Trliun. “Sehingga BMKG meminta beberapa instrumennya tidak lagi berfungsi. Karena tidak ada peningkatan anggaran.

Begitupun dengan Badan SAR Nasional (Basarnas), kata Farry, DPR meminta agar lembaga ini lebih cepat merepon berbagai peristiwa. Setidaknya percepatan pertolongan itu ada respon timenya sekitar 7 hari. Namun sayangnya kebutuhan anggaran yang diperlukan mencapai sebesar Rp4,2 Triliun sampai Rp4,5 Triliun. “Anggaran itu hanya bisa dipenuhi sampai 50% , hanya sekitar Rp2,1 Triliun-Rp2, 2 Triliun,” imbuhnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Menhan Prabowo Subianto (ketiga dari kanan) didampingi Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka (ketiga dari kiri) saat melakukan kunjungan kerjanya di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (24/1/2023)/Sumber Foto: Kompas.id

Terlibatnya Putra Presiden, Netralitas Alat Negara Jadi Pertaruhan dalam Pemilu 2024

JAKARTA-Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto menilai keikutsertaan putra

Kadin Indonesia Kolaborasi dengan Sampoerna dan Jetro, Perkenalkan Produk UMKM ke Jepang

TOKYO-Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia terus mendorong peningkatan kapasitas