Terlibatnya Putra Presiden, Netralitas Alat Negara Jadi Pertaruhan dalam Pemilu 2024

Friday 10 Nov 2023, 5 : 24 pm
Menhan Prabowo Subianto (ketiga dari kanan) didampingi Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka (ketiga dari kiri) saat melakukan kunjungan kerjanya di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (24/1/2023)/Sumber Foto: Kompas.id
Prabowo-Gibran Menang Telak di Jawa Timur

JAKARTA-Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto menilai keikutsertaan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka akan potensial mempengaruhi netralitas alat negara.

Menurutnya, Potensi itu juga tidak harus by intention atau disengaja, tetapi secara tidak langsung bisa mempengaruhi netralitas alat negara.

Tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah yang mengidolakan Jokowi dan kemudian merasa bahwa membantu Jokowi adalah sesuai dengan keinginan dia.

“Problemnya, kalau itu dilakukan, maka bukan tidak mungkin mulai dari netralitas birokrasi, netralitas TNI, Polri itu bisa terganggu,” tegas Arif Susanto pada wartawan di Jakarta, Jumat (10/11/2023).

Arif mengkhawatirkan pencalonan Gibran jika diteruskan akan membuat bangsa Indonesia kehilangan ruh politik berkeadilan.

“Kalau ini dibiarkan nanti kita akan terjebak pada gaya-gaya lama, ketika nepotisme dianggap normal, ketika pelanggaran etika dianggap bisa diterima sejauh tidak melanggar hukum. Nanti lama-lama politik dan hukum kita terjebak pada formalisme dan kalau itu terjadi, negara ini kehilangan ruh politik yang berkeadilan,” ujarnya.

Hal itu bisa dihindari ketika Jokowi adalah negarawan dan mau menghindari potensi konflik kepentingan.

“Itu seharusnya bisa dihindari seandainya Jokowi adalah seorang negarawan,” ungkap Arif.

Namun, Arif menyangsikan sikap kenegarawanan Jokowi, termasuk Jokowi dan Gibran.

“Jadi saya mau mengatakan bahwa baik Jokowi, Prabowo, Gibran, dan seluruh ketua partai yang mendukung pencalonan Prabowo-Gibran tidak memiliki karakter sebagai seorang negarawan, dan ini sama dengan Anwar Usman,” jelas Arif.

Menurut Arif, hal itu disebabkan mereka tidak menghindar bahkan masuk pada potensi konflik kepentingan.

“Mengapa? Karena mereka semua tidak mampu menghindari potensi konflik kepentingan atau menganggap konflik kepentingan adalah sesuatu yang wajar, yang bisa diterima,” terangnya.

Dikatakan Arif, majunya Gibran menjadi capres ketika Jokowi masih sedang menjabat sebagai presiden adalah melanggar keutamaan.

Arif membedakan antara tuntutan kepantasan bagi rakyat biasa dan keutamaan bagi para pemimpin.

“Terhadap pemimpin itu tuntutannya lebih dari sekadar kepantasan, yaitu keutamaan. Termasuk dalam keutamaan adalah kalau para pemimpin bersedia menghindari sesuatu yang punya potensi konflik kepentingan,” tegas Arif.

Peran Bawaslu

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus lebih aktif lagi mengawasi potensi penyalahgunaan alat-alat negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

DPD : Putusan MK Bikin Kegaduhan Politik

JAKARTA-Putusan Mahkamah Konstisusi (MK) yang melarang anggota DPD RI menjadi

Sequis Bayar Klaim Nasabah Rp 561 Juta

JAKARTA-PT Asuransi Jiwa Sequis Life menyerahkan klaim asuransi sebesar Rp