Ahli: Harus Ada Pemisahan Kekayaan BUMN

Friday 29 Jun 2018, 2 : 56 pm
by
Ahli yang dihadirkan pihak Pemerintah Revrisond Baswir dan Refly Harun memberikan keahlian dalam sidang perkara pengujian UU Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), Selasa (26/6) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.

JAKARTA-Saksi ahli Pemerintah dalam sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) Revrisond Baswir mengatakan harus ada pemisahan yang tegas antara kekayaan pemilik modal siapa pun pemiliknya dengan kekayaan BUMN sebagai badan hukum. Sebab, dua kelompok kekayaan ini tidak bisa dicampur.

Menurut Revrisond, konsekuensi dari BUMN sebagai badan hukum, adalah kekayaan atau aset BUMN berdiri sendiri terpisah dari kekayaan para pemilik modalnya.

Selain itu, kewenangan terhadap kekayaan BUMN berada di tangan para pengurus BUMN dan bukan di tangan para pemilik modal BUMN. Lainnya,kewenangan pemilik modal BUMN terhadap kekayaan BUMN terbatas dalam lingkup kewenangan sebagai pemilik modal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Hal yang sangat dasar dan prinsip sekali ketika bicara BUMN adalah harus ada pemisahan yang tegas antara kekayaan pemilik modal dan kekayaan BUMN sebagai badan hukum. Jadi, walaupun BUMN 100% dimiliki oleh seorang pemilik modal, tidak bisa dia mengambil kekayaan badan hukum itu karena kewenangan terhadap kekayaan badan hukum ada di tangan pengurus badan hukum, sedangkan kewenangan pemilik modal sejauh sebagai pemilik modal saja,” jelas pakar ekonomi kerakyatan ini saat uji materi UU BUMN dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman ini digelar pada Selasa (26/6).

Revrisond juga mencermati adanya keterkaitan antara aset BUMN sebagai badan hukum yang pada saat bersamaan juga merupakan bagian dari keuangan negara. Hubungan tersebut terdapat pada penyertaan modal yang dilakukan negara dalam ekuitas BUMN. “Jadi hubungan antara BUMN sebagai badan hukum dengan keuangan negara itu bukan pada aset, tetapi pada ekuitas,” ujarnya.

Berkaitan dengan aset tersebut, Revrisond mengilustrasikan posisi keuangan BUMN pada 2016 yang dikelompokkan dalam bentuk bank dan nonbank. Apabila jumlah aset perbankan berjumlah Rp2.859,5 triliun dan di dalamnya terdapat utang senilai Rp2.451 triliun, baik utang pada lembaga lain maupun utang pada nasabah atau dana dari pihak ketiga.

Konsekuensinya, apabila 85% dari aset BUMN adalah dana pihak lain, berarti ekuitasnya hanya 15% dan itu pun tidak seluruhnya milik negara karena bank BUMN hampir semuanya sudah diprivatisasi.

“Jadi, kalau dipersentasekan dari 100% aset BUMN, mungkin yang ada hubungan langsung dengan keuangan negara tinggal sekitar 8-9% saja,” terang Revrisond.

Mandat Rakyat

Sehubungan dengan keberadaan BUMN, Revrisond menjelaskan sesungguhnya BUMN adalah mandat rakyat kepada negara untuk menyelenggarakan BUMN. Konsekuensinya adalah sebagian besar hasil usaha BUMN itu adalah milik negara yang kemudian diterima oleh negaradalam bentuk kas negara untuk kemudian dikembalikan kepada seluruh warga negara melalui mekanisme APBN.

“Jadi, tidak ada orang pribadi yang menerima hasilnya. Sekalipun BUMN ada pemilik modalnya, tetapi seluruh hasil usaha BUMN tidak dinikmati orang pribadi, semua kembali untuk rakyat,” sampai Revrisond.

Sebelumnya, Albertus Magnus Putut Prabantoro, dkk., selaku Pemohon mendalilkan dua pasal dalam UU BUMN tersebut merugikan hak konstitusionalnya karena keberadaan pasal-pasal tersebut telah diselewengkan secara normatif dan menyebabkan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Persero.

Dalam PP yang juga dikenal dengan PP Holding BUMN Tambang tersebut, terdapat tiga BUMN yang dialihkan sahamnya kepada PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum).Adapun tiga BUMN yang dimaksud yakni Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Timah Tbk, serta Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk.

Selain itu, Pemohon menilai implimentasi dari UU BUMN tersebut juga telah menunjukkan akibat dari penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN lainnya. Akibatnya, ketentuan initelah menghilangkan BUMN dan dapat dikategorikan sebagai privatisasi model baru karena adanya transformasi bentuk BUMN menjadi anak perusahaan BUMN tanpa melalui mekanisme APBN dan persetujuan DPR RI.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

PP Presisi Tuntaskan Proyek Main Hauling Road Senilai Rp206 Miliar

JAKARTA-PT PP Presisi Tbk (PPRE) telah menuntaskan pengerjaan proyek main

Menkeu Tandai Global Sukuk Indonesia Listing di Dubai

JAKARTA-Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro yang ikut rombongan Presiden Joko