Apresiasi Menteri Nadiem, Setara Institute: Permen PPKS Progresif

Friday 12 Nov 2021, 3 : 33 am
by
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani,

JAKARTA-Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim menerbitkan Permendikbud-Ristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS) sangat tepat.

Hal ini merupakan langkah progresif dalam restorasi substansi hukum.

Apalagi, langkah baik ini disusul oleh Menteri Agama yang menegaskan dukungan terhadap kebijakan tersebut dan berencana untuk segera mengeluarkan Surat Edaran untuk mendukung pemberlakuan Permendikbud PPKS di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).

Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani, mengapresiasi langkah Menteri Nadiem yang secara tegas menunjukkan kepeduliannya pada upaya penghapusan kekerasan seksual yang sangat memprihatinkan di lingkungan pendidikan.

“SETARA Institute juga mengapresiasi Menteri Yaqut yang mendukung dan akan menerapkan Permen PPKS tersebut di lingkungan PTKN,” ujarnya.

Kebijakan pemerintah melalui dua Menteri tersebut merupakan langkah signifikan yang strategis bagi upaya penghapusan kekerasan seksual, khususnya di lingkungan pendidikan tiinggi.

Dalam konteks serupa, SETARA Institute mendesak DPR RI untuk segera memproses pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjadi undang-undang.

Publik tentu dapat melihat bahwa draft UU PKS masih stagnan di DPR.

“Mestinya DPR memiliki keberpihakan politik yang progresif terhadap perempuan dan korban kekerasan seksual sebagaimana ditunjukkan dalam Permen PPKS,” ulasnya.

Dia mengatakan Permen PPKS seharusnya melecut DPR untuk segera mengesahkan RUU PKS menjadi undang-undang.

“SETARA Institute mendesak Pemerintah untuk melakukan sosialisasi secara lebih luas kepada masyarakat untuk mencegah disinformasi yang dikampanyekan oleh kelompok-kelompok konservatif dengan narasi misleading bahwa Permen PPKS adalah legalisasi zinah,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah mesti melakukan dialog yang lebih ekstensif dengan organisasi-organisasi keagamaan mengenai substansi hukum Permen PPKS.

“Permen PPKS ini secara ideal melindungi perempuan dan korban kekerasan seksual di perguruan tinggi,” tuturnya.

Senada dengan Hasani, Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute, Sayyidatul Insiyah berpendapat Permen PPKS merupakan payung hukum yang dibutuhkan dalam upaya penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Terutama melalui jaminan perlindungan terhadap korban dan saksi, sebagaimana dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c Permen PPKS.

Secara faktual, ketiadaan jaminan atas perlindungan terhadap korban dan saksi menjadi penghambat utama dalam pelaporan kasus kekerasan seksual.

Karena itu, SETARA Institute mendorong seluruh elemen dan stakeholder di lingkungan perguruan tinggi untuk segera mengimplementasikan langkah-langkah dalam upaya pencegahan sekaligus penghapusan kekerasan seksual.

“Misalnya, melalui sosialisasi dan diseminasi materi tentang isu-isu pencegahan kekerasan seksual, pembuatan Peraturan Rektor tentang pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual, pengembangan mekanisme layanan pelaporan, dan upaya-upaya implementatif lainnya,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Total Simpanan Bank Umum Desember 2019 Rp6.077.379 Miliar

JAKARTA-Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merilis data mengenai pertumbuhan jumlah rekening

Neraca Perdagangan Surplus USD 785,3 Juta

JAKARTA- Neraca perdagangan Februari 2014 mengalami surplus sebesar USD 785,3