Mengetuk Hati Lembaga Survei

Monday 20 Nov 2023, 6 : 59 pm
Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani

Oleh: Ismail Hasani

Survei adalah instrumen pengetahuan dan teknologi penyerap aspirasi masyarakat yang sudah sejak lama dipraktikkan dalam negara demokratis, termasuk di Indonesia.

Survei juga telah menghubungkan aspirasi publik yang tersumbat dengan para pengambil kebijakan negara, yang selama ini seringkali barjarak.

Oleh karenanya survei adalah bentuk kebebasan berekspresi, berpendapat dan kebebasan akademik.

Bahkan jika hasil survei menjadi kontroversi, maka bukan hasil survei yang dikritik.

Kritik hanya pantas ditujukan pada metodologi survei termasuk soal etika.

Baik etika pengambilan data, etika menjauhkan diri dari konflik kepentingan, termasuk etika publikasi, yang seringkali berhubungan erat dan menjadi bagian yang paling berbenturan dengan posisi lembaga survei.

Hari-hari ini publik disuguhi hasil survei tentang elektabilitas capres dan cawapres yang semakin tidak masuk akal.

Kita tidak pernah mengetahui posisi lembaga survei, apakah juga merangkap sebagai konsultan politik, juru kampanye yang berlindung di balik kebebasan akademik survei, atau agitator yang ditugasi untuk menggiring opini tentang hal-hal yang dikehendaki oleh pihak yang menugasi.

Dalam situasi yang demikian, maka kita menyayangkan materi-materi yang seharusnya tidak dipromosikan karena bertentangan dengan Konstitusi RI, seperti survei jabatan tiga periode di tahun lalu, survei afirmasi atas politik dinasti yang merusak demokrasi, survei afirmasi putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 dan Putusan MKMK, dan lainnya.

Di tengah keterbatasan pengetahuan publik atas term-term tersebut, pengambilan sampel secara acak, hanya akan menghasilkan afirmasi atas berbagai kehendak-kehendak inkonstitusional, niretika dan merusak demokrasi.

Agitasi agenda satu putaran oleh kandidat Pilpres tentu sahih sebagai bagian dari injeksi energi bagi tim kampanye dan pendukung.

Menjadi persoalan serius ketika agitasi itu didukung dengan survei dan publikasi survei, yang sebenarnya adalah mangkampanyekan pasangan capres dan cawapres tertentu.

Ada dua tujuan tidak etis yang hendak dicapai dari agenda ini:

Pertama, berharap bandwagon effect, agar pemilih mengikuti langkah mayoritas publik yang sudah menentukan pilihan dan

Kedua,  menyediakan justifikasi akademik-populis, atas kemungkinan tindakan tidak jujur dan segala cara memenangi kontestasi, yang bisa saja dilakukan oleh pihak-pihak tertentu pada semua kandidat.

Sejalan dengan sajian aneka survei, kampanye pemilu damai dan teduh terus disuarakan tetapi dengan nada suara yang menakutkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Indonesia Bertekad Perkuat Ekspor Barang Jadi ke Penjuru Dunia

NANNING-Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag)

Mahar Politik Harus Diperangi

JAKARTA-Mahar politik atau biaya sewa “perahu” Partai Politik memang terjadi