BBM Naik Kepercayaan Rakyat Hilang

Monday 8 Sep 2014, 4 : 37 pm

JAKARTA-Rencana Jokowi menaikan harga BBM  justru menjadi awal terjadinya delegitimasi rakyat kepada pemerintah. Sebab, kenaikan harga BBM itu implikasi sosial politiknya sangat besar. Apalagi kalau ditolak oleh koalisi merah putih (KMP) di DPR RI, maka posisi Jokowi-JK akan makin sulit.   “Harusnya dalam tiga bulan pemerintahannya, Jokowi-JK memetakan masalah ekonomi dan sosial politik berikut solusi serta dampaknya kepada rakyat. Kalau itu dilakukan, maka rakyat pasti akan kecewa, jangan sampai mengulangi kesalahan pemerintahan yang lalu,” kata Pengamat politik Universitas Paramadina, Herdi Sahrazad  dalam diskusi ‘‘Kenaikan harga BBM, dan dampaknya terhadap sosial, politik, dan ekonomi’  bersama pengamat Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid, dan pengajar ekonomi UI Sony Hari Rachmadi di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (8/9/2014).

Karena itu kata Herdi, kalau Jokowi konsisten dengan revolusi mentalnya, maka dibutuhkan ekonomi seperti Rizal Ramli, mantan Menko Perekonomian di era Gus Dur itu bisa melakukan terobosan ekonomi, tanpa harus mengorbankan rakyat.
“Pak Rizal Ramli adalah tokoh yang profesional, kompeten dan bisa menegakkan ajaran Trisaksi Bung Karno. Setidaknya bagaimana dalam 100 hari pemerintahannya Jokowi-JK bisa menghindari konflik sosial dan kalau itu bisa dilakukan, maka Jokowi-JK bisa terhindar dari proses delegitimasi rakyat,” ujarnya.

Sebab dengan kenaikan harga BBM tersebut menurut Herdi, terdapat 120 juta rakyat di bawah yang akan menderita dan belum siap dengan kenaikan tersebut. “Kita sadar, apapun kebijakannya rakyat di bawah akan menjadi korban. Jadi, Jokowi-JK butuh ekonom yang tangguh, handal, profesional, dan bukan dengan menaikkan gaji menteri di tengah kesulitan ini. Sebab, kalau rakyat terus dikorbankan, maka bisa menimbulkan gejolak sosial,” tambahnya.

Sementara itu menurut Sony, dengan menghemat Rp 1000 dari subsidi BBM, maka pemerintah bisa memperoleh dana Rp 46 triliun dan uang itu bisa digunakan untuk aktifitas pembangunan yang produktif daripada untuk mobil pribadi. Berbarengan dengan itu, pemerintah harus melakukan intervensi pada orang miskin agar bisa memenuhi kebutuhan pokoknya, khususnya pangan. “Memang ada potensi pajak dari 118 juta tenaga kerja, tapi yang formal sebanyak 110 juta orang. Dari jumlah itu sebanyak 40 % sebagai pekerja formal, sedangkan 60 % – nya pekerja non formal. Sedangkan yang mempunyai NPWP hanya 22 juta orang dan itu jumlah pajaknya nilainya kecil,” pungkasnya. (ek)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Selain Ijazah, Loyal dan Komitmen Merupakan Modal Meraih Sukses

SURABAYA-Sekretaris Daerah Provinsi Jatim H. Akhmad Sukardimenegaskan Untuk meraih kesuksesan 

Hashim Lebih Tertarik Keluarga PKI Ketimbang FPI dan HTI

JAKARTA- Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan (BPN) Prabowo-Sandiaga yang