Benny Sabdo: Setnov Sangat Berbahaya Jika Masih Bercokol di DPR

Friday 18 Dec 2015, 2 : 54 am
by
Acara Bedah Buku Eksekutif Respublica Political Institute/dok benny sabdo

JAKARTA-Keputusan politisi senior Partai Golkar, Setya Novanto mengundurkan diri dari posisi Ketua DPR semestinya memberi energy positif bagi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk melanjutkan proses etik. Artinya, anggota MKD lebih bebas bergerak untuk membuat panel etik karena tidak ada lagi yang menghalang-halangi proses etik skandal “papamintasaham” ini.

Direktur Eksekutif Respublica Political Institute, Benny Sabdo menegaskan hasil keputusan panel etik tidak hanya berujung pada pemberhentian Setya Novanto sebagai Ketua DPR, tetapi juga pemberhentian sebagai anggota DPR yang terhormat. “Sebab orang seperti Setya Novanto ini sangat berbahaya jika dibiarkan atau masih bisa bercokol di Badan Anggaran dan Badan Legislasi DPR,” ujar Benny Sabdo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/12).

Seperti diketahui, babak akhir sidang MKD dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua DPR Setya Novanto berakhir dengan pengunduran diri Setya Novanto sebagai Ketua DPR.

Menurutnya, sidang MKD berakhir anti klimaks. Sidang MKD tak lebih sebagai juru bicara Setnov karena majelis hanya membacakan surat pengunduran diri Setya Novanto. “Putusan ini justru semakin menegaskan bahwa MKD sebagai mahkamah konspirasi dewan,” kritiknya.

Padahal kata Benny, Pasal 147 ayat (4) UU MD3 menyatakan Amar Putusan MKD berbunyi: menyatakan: (a) teradu tidak terbukti melanggar atau (b) menyatakan teradu terbukti melanggar. Selanjutnya, demikian Benny, dalam Pasal 147 ayat (8) UU MD3 menjelaskan, jika hal teradu terbukti melanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, putusan disertai dengan sanksi kepada teradu berupa: (a) sanksi ringan dengan teguran lisan atau teguran tertulis; (b) sanksi sedang dengan pemindahan keanggotaan pada alat kelengkapan DPR atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan DPR; (c) sanksi berat dengan pemberhentian sementara paling singkat tiga bulan atau pemberhentian tetap sebagai anggota DPR.

Benny memaparkan bila disepakati harus membentuk panel etik sesuai dengan Pasal 148 UU MD3. Dalam hal MKD menangani pelanggaran kode etik yang bersifat berat dan berdampak pada sanksi pemberhentian, MKD harus membentuk panel sidang pelanggaran kode etik anggota DPR. Panel terdiri dari tiga anggota MKD dan empat orang dari unsur masyarakat. “Putusan panel disampaikan kepada rapat paripurna untuk mendapat persetujuan terhadap pemberhentian tetap anggota DPR,” ucap Benny.

Ia menegaskan pilihan ini sebaiknya tak dimaknai sebagai bentuk manuver MKD. “Sekali pun membutuhkan waktu lebih panjang, MKD memiliki tanggung jawab sekaligus tugas luhur untuk menuntaskan kasus ini secara terang benderang kepada publik,” katanya.

Dengan potensi pelanggaran kode etik yang mungkin akan berulang lagi di masa depan. Benny mengatakan kita semua memiliki kepentingan melihat dan menilai secara komprehensif MKD dan panel bekerja mengadili pelanggaran kode etik kepada anggota DPR. “Jika ke depan terjadi pelanggaran kode etik lagi, MKD memiliki pengalaman menyelesaikan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU MD3, bukan justru diselesaikan secara politis dan konspiratif,” gugat Benny.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Tomi Winata Kirim Utusan Pantau Ekspedisi Indonesia Raya di Aconcagua

JAKARTA-Pengusaha nasional yang juga pendiri Yayasan Artha Graha Peduli (AGP)

Said Napak Tilas di Kampung Kelahiran

JAKARTA-Calon Wakil Gubernur Jawa Timur, Said Abdullah melakukan napak tilas