Bentuk TPF Supaya Rakyat Tahu

Monday 25 Mar 2013, 9 : 14 pm
Lukman Hakim Saefuddin

JAKARTA-Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menyelidki fakta-fakta hukum terkait kasus penyerbuan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, yang menewaskan 4 orang tahanan. “TPF penting agar masyarakat luas mengetahui akar masalah dan aktor yang melanggar hukum itu. Sebab, selama ini banyak kasus yang melibatkan TNI/Polri berakhir tak jelas dan berlangsung tertutup,” kata Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin dalam dialog “Menata Hubungan TNI/Polri” bersama Kriminolog UI Andrianus Meliala, dan pengamat militer dari LIPI, Jaleswari Pramodhawardani di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (25/3).

Menurut Lukman, selama TNI/Polri yang melakukan penyelidikan dan pengadilan, maka selama itu rakyat tak pernah mendapat informasi yang sesungguhnya. “Justru saya kaget dengan pernyataan Pangdam IV Diponegoro Mayjen Hardiyono Saroso yang membantah anggotanya terlibat dalam aksi penyerangan itu. Hal ini makin memperkuat dugaan sebaliknya , ada keterlibatan anak buahnya,” tambahnya

Namun politisi PPP itu juga meragukan efektifitas TPF. Karena kasus alm Munir saja belum terungkap. Ditambah lagi, kasus penyerangan TNI ke Mapolres OKU, Sumatera Selatan juga ternyata rakyat tidak mengetahui perkembangan hukumnya. “Kalau kasus seperti ini terus begini, maka ke depan sangat mengerikan dan jelas tidak ada kepastian hukum. Jadi, Presiden SBY harus panggil Panglima TNI dan Kapolri untuk menuntaskan itu secara hukum,” jelasnya.

Sementara menurut Andrianus, sebenarnya polisi sudah tahu siapa pelaku yang sesungguhnya, tapi tak berani menangkap, sehingga menunggu kerelaan dari pihak TNI.

Dia membantah terjadinya konflik TNI/Polri belakangan ini akibat kecemburuan kesejahteraan, karena secara struktur kepegawaian semisal remunerasi, justru TNI mendapat sebesar 60 %, dan Polri hanya 15 %. “Memang ada masalah di internal TNI maupun Polri sendiri, yang tidak mau melihat bahwa kedua lembaga ini memang berbeda,” ujarnya.

Sedangkan, Pengamat Militer dari LIPI, Jaleswari Pramodhawardani menilai penempatan Polri di bawah kementerian negara diyakini akan mengikis perbedaan kesejahteraan antara TNI dan Polri. “Kitalah diantara negara berbasis demokrasi yang polisi-nya di bawah Presiden langsung. Hal ini memicu bertambahnya daftar kecemburuan,” ujarnya

Jaleswari juga menegaskan, sampai saat ini, pemisahan Polri dari TNI belumlah tuntas. Penempatan TNI di bawah Kementerian Pertahanan, sedangkan Polri langsung di bawah presiden, menjadikan Polri merasa besar kepala, sehingga menimbulkan kecemburuan bagi TNI. “Pemisahkan TNI-Polri sejak awal reformasi lalu sebetulnyakan belum klir dan belum memperhitungkan impikasi pemisahan itu sendiri. Sampai hari ini, pemisahan itu masih membawa implikasi. Kita harus memperlakukan persoalan TNI-Polri secara serius. Jadi tidak usah heran dengan kejadian belakangan ini,” pungkasnya. **can

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Said Abdullah

Bos Banggar DPR RI Dukung BI Tinggalkan Dollar AS 

JAKARTA-Pertemuan Menteri Keuangan (Menkeu) dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (AFMGM)

Kemenhub Terbitkan Aturan Pembatasan Pintu Masuk Internasional

JAKARTA-Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membatasi pintu masuk internasional baik