BI Rate Masih Bisa Naik 50 Bps

Selasa 10 Sep 2013, 7 : 50 pm
by

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) masih memiliki potensi untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 50 basis points (bps) hingga akhir 2013.  Namun kenaikan BI rate ini dilakukan jika  nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga menembus Rp12.000/USD. “BI Rate diperkirakan masih akan mengalami kenaikan sebesar 50 basis points (bps), dengan catatan rupiah terus mengalami pelemahan atau menembus angka Rp12.000/USD. Inflasi di 2013 kami perkirakan 9,5 persen. Mungkin BI Rate akan naik di Kuartal IV-2013,” kata Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan di Jakarta, Selasa (10/9).

Dengan demikian, jelas Fauzi, kondisi tersebut bergantung pada kebijakan The Fed yang akan mengurangi stimulus quantitative easing (QE). “Yang menjadi kekhawatiran kita saat ini kan tappering off QE. Tetapi, tappering off ini juga tidak akan besar, diperkirakan akan diturunkan dari USD85 miliar/bulan menjadi USD75 miliar,” paparnya.

Namun, kata dia, ancaman krisis ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia di tahun ini akan lebih ringan dibandingkan dengan yang terjadi di 2009. “Pada 2009 ekonomi dunia saja sudah minus, sedangkan Indonesia 4,5 persen,” ucap Fauzi.

Berdasarkan hasil riset Standard Chartered, kata Fauzi, pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir 2013 akan berada di kisaran 5,5 persen sampai 6 persen. “Pelemahan pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dari adanya upaya BI yang menaikkan BI Rate dan rencana pemerintah yang akan menekan impor,” jelasnya.

Fauzi memastikan, upaya pemerintah untuk mencapai titik keseimbangan baru pada fundamental perekonomian nasional akan secara otomatis menekan angka pertumbuhan ekonomi menjadi di bawah 6 persen. “Supaya tidak membengkakkan current accaount deficit, maka pertumbuhan ekonomi harus di tekan,” katanya.

Dia mengungkapkan, guna menciptakan fundamental perkonomian Indonesia pada titik keseimbangan baru, maka pemerintah tidak bisa menghindar dari upaya menekan angka pertumbuhan ekonomi ke bawah. “Pertumbuhan ekonomi harus ditekan, supaya bisa mencapai equilibrium baru,” ucap Fauzi.

Berdasarkan hasil riset Standard Chartered, kata Fauzi, neraca transaksi berjalan Indonesia baru bisa mencapai surplus sekitar tiga sampai lima tahun ke depan. “Sekarang ini current account deficit USD9,8 miliar. Dan pada akhir tahun ini diperkirakan akan mencapai USD26 miliar. Sedangkan di 2014 menurun menjadi USD20 miliar,” paparnya.

Menurut dia, salah satu alasan utama melebarnya defisit transaksi berjalan karena melebarnya difisit neraca perdagangan. “Ekspor kita terus menurun, sedangkan impor tetap naik,” kata Fauzi sembari menegaskan, pelemahan ekspor dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas di pasar global.

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

bagi investor institusi yang terbukti melakukan pelanggaran aturan di bidang pasar modal akan diminta untuk selalu menegakkan kepatuhan

OJK: Kinerja Industri Perbankan Dalam Kondisi Memadai

JAKARTA-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis data tentang kondisi likuiditas industri

Jepang Sangat Menghargai Gaji Insinyur

JAKARTA-Hasil penelitian Negeri Sakura, yang dibeberkan melalui survei badan perdagangan