China Punya Bargaining Kuat di Proyek KA Cepat

Wednesday 4 Nov 2015, 5 : 33 pm
Fajarmediacenter.com/idris prasetiawan

JAKARTA-Pengamat politik Muhammad Nasih mendesak DPD terus mengontrol pemerintah terkait dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya ekonomi lainnya. Hal ini semata-mata untuk kedaulatan negara dari perspektif politik. “Sehingga hal yang wajar DPD RI mengajukan hak bertanya soal KA Cepat Jakarta – Bandung Rp 78 triliun, yang ditangani China,” katanya dalam diskusi “Menjawab hak bertanya DPD RI tentang urgensi Perpres KA Cepat Jakarta – Bandung” di Jakarta, Rabu (3/11/2015).

Anehnya lagi, lanjut Nasih, penentuan stasiun itu ditentukan oleh China, ini pasti ada aspek politik ideologis termasuk mengekspor TKA secara besar-besaran, padahal tenaga kerja kita sangat besar. “Dari aspek ekonomi inilah yang bisa menimbulkan revolusi sosial dan politik, yang biayanya tentu sangat mahal. Jadi, kita ingatkan pemerintah saat ini yang melakukan segala hal kecuali hal-hal yang harus dilakukan dan komunis terbukti masih bertahan,” ujar dosen FISIP UI.

Nasih memberi contoh negara Singapura, yang dulu dikuasai oleh mayoritas Melayu. Tapi dengan sistem meritokrasi, yaitu jabatan-jabatan itu hanya boleh diduduki oleh orang-orang yang berpendidikan dan berprestasi, maka tidak lama kemudian orang Melayu tergusur dan kini kelompok Taipan yang berkuasa. “Maka kita harus mengantisipasi kedaulatan negara dan kelanjutan generasi bangsa Indonesia,” tambahnya.

Soal kedekatan dengan China dan bukan Jepang, menurut Nasih, karena bergaining China lebih kuat dibanding Jepang. Juga tidak lepas dari proses pemilu pada Juli 2014 lalu yang liberal dan uang ada di mana-mana, melimpah, bahkan tidak terbatas (unlimited). “Jadi, bergaining dan uang China memang lebih kuat,” jelasnya.

Sementara itu Ketua Bidang Komunikasi Publik Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Milatia Kusuma mengaku tidak tahu-menahu soal KA Cepat Jakarta – Bandung tersebut karena tidak pernah diajak berbicara. Berbeda dengan rencana dengan Jepang, yang memang lebih detil, dan lebih hati-hati, sehingga wajar kalau HST di Jepang zero kecelakaan. Sedangkan di China, sekali kecekaaan dan seluruh penumpangnya tewas. “Bunga yang diberikan Jepang juga lebih kecil, yaitu 0,1 % dibandingkan China sebesar 0,2 %. Dan, untuk 10 tahun ke depan semua KA akan cepat 250 HST dibanding sebelumnya 150 HST,” tambahnya.

Transportasi massal itu kata Melatia suatu keharusan. Hanya saja untuk KA cepat seperti Jakarta – Bandung itu harus lebih dari satu stag, sehingga harus dihubungkan dengan Jakarta – Surabaya. “Kalau pemerintah saat ini berjanji memajukan poros maritim seharusnya transportasi laut menjadi prioritas. Selama 350 tahun penjajah juga melalui laut. Jadi, kita harus belajar dari sejarah bahwa Indonesia ini kaya,” imbuhnya. **aec

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Ade Armando, Kemunduran Demokrasi dan Revolusi Mental

Oleh: Kris Tjantra Beberapa hari ini, media sosial dibanjiri dengan

Emrus: Kepuasan Publik pada Jokowi Bisa Minimal 80%

JAKARTA-Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing mengatakan tingkat kepuasan publik pada