DPR Minta Pemerintah Jangan Ajukan RUU Secara Mendadak

Thursday 31 Mar 2016, 6 : 05 pm
daridulu.co

JAKARTA-Kalangan DPR meminta Presiden Jokowi lebih bijak dalam mengajukan Rancangan Undang-Undang. Karena sejumlah RUU yang diajukan ke DPR terkesan ada sejumlah kepentingan. Sehingga tiba-tiba saja diajukan. “Bahkan beberapa RUU yang diajukan ke DPR RI bersifat mendadak. Seperti revisi UU KPK, Pilkada, RUU Tax Amnesty dan lain-lain,” kata Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dalam dialektika demokrasi “Presdien Jokowi Minta DPR Tidak Banyak Produksi UU’ bersama pengamat politik tata negara dari Universitas Al-Azhar Jakarta, Rachmat Bagdja di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (31/3/2016).

Apalagi, kata Fadli, pembuatan UU itu sendiri tidak saja oleh DPR RI, melainkan juga tergantung pemerintah. Pada 2016, terungkap dari 46 RUU Prolegnas usulan pemerintah sebanyak 13 RUU, 25 DPR RI dan 2 DPD RI. Pembahasan UU tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. “UU Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) misalnya itu sejak 2004 dan baru disahkan pada 2015, KUHP sejak tahun 1960 sampai 2016 ini malam belum beres. Itu akibat terjadi perbedaan pendapat dan kepentingan masyarakat, juga harus sejalan dengan perkembangan zaman,” ujarnya.

Di satu sisi, kata Fadli, DPR RI sebagai pembuat UU, padahal di negara lain memang tidak banyak memproduksi UU. Setidaknya 2 – 5 UU, atau seperti di India hanya 30 % per tahun. Persoalannya selama ini belum ada kesepakatan dengan pemerintah untuk pengurangan UU tersebut. “DPR mendukung bahwa orientasi pembuatan UU itu bukan kuantitas, tapi kualitas. Seharusnya kalau mau mengurangi dibicarakan dengan DPR RI,” tambahnya.

Karena itu dia mendukung pembuatan UU itu harus sesuai dengan kebutuhan, kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, bukan kepentingan asing. “Kalau sampai ada asing, berarti ada pembajak hukum guna memuluskan kepentingannya di Indonesia. Makanya, proses UU itu melibatkan perguruan tinggi (PT), dan sudah ada 10 PT yang terlibat sesuai keahlian bidang masing-masing dalam menyusun naskah akedemiknya,” tambah fadli.

Apalagi menurut UUD 1945, kekuasaan membuat UU itu ada pada DPR RI, maka seharusnya menurut Fadli Zon, yang meneken UU itu DPR RI, dan bukannya Presiden RI. Meski setelah 30 hari tetap berlaku, kalau tidak diteken Presiden RI tersebut. Toh, meski RUU Prolegnasnya banyak, tapi yang selesai tetap sedikit.

Misalnya pada 2010 terdapat 70 RUU, tapi yang selesai hanya 10 RUU. Tahun 2011 (81, yang selesai 11 RUU), tahun 2012 sebanyak 69 RUU yang selesai 10 RUU, tahun 2013 75 RUU yang selesai 7 RUU, dan tahun 2014 68 RUU yang selesai 5 RUU.

Sedangkan mengenai biaya, jika dijadikan alasan oleh Presiden akibat defisit anggaran APBN Rp 270 triliun, itu tidak masuk akal, karena anggaran untuk DPR RI hanya 0,02 % dari APBN sebesar Rp2.000 triliun tersebut. Sedangkan untuk pemerintah mencapai 98 %.

Sementara Rachmat Bagdja menyatakan Presiden RI harus menyadari bagaimana negara ini dibentuk. Jika di dulu kekuasaan sepenuhnya diserahkan kepada Presiden RI, tapi kini sudah diserahkan ke DPR RI dan DPRD RI bersama Presiden RI. “Presiden Jokowi lupa kalau RUU itu juga diajukan oleh pemerintah. Seharusnya, kalau mau mengurangi, pemeirntah cukup mengajukan 1,2,3,4 dan 5 RUU saja. Bukan 13 RUU,” jelasnya.

Karena itu dia khawatir, Presiden Jokowi selama ini tidak sepakat dengan menteri-menterinya yang mengajukan banyak RUU dalam Prolegnas. “Secara politik Presiden RI memiliki hak untuk meneken atau tidak, terhadap RUU, tapi harus mengirimkan wakilnya ke DPR RI, dan bukan dengan membuat pernyataan yang justru membingungkan masyarakat,” ungkapnya.

Dengan demikian kata Bagdja, pernyataan Presiden RI tersebut tidak bijak, karena di sisi lain DPR RI dituntut untuk produktif dalam membuat UU. Meski, kualitas DPR RI itu tidak tergantung pada produksi UU yang dihasilkan. “Jadi, sebelum membuat pernyataan tim presiden perlu mengkaji secara mendalam terhadap berbagai hal yang akan disampaikan ke publik,” pungkasnya. ***aec

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Inflasi

Terkendali, Inflasi April 2023 0,33%

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) mencatat, inflasi April 2023 tetap terkendali di

Tokoh-Tokoh Agama Minta Presiden Jokowi Klarifikasi Isu-Isu Hoaks

JAKARTA-Kegiatan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (5/3) sangat padat sekali.