Edi Danggur: Nepotisme Jokowi Lebih Parah Dari Soeharto

Saturday 4 Nov 2023, 1 : 10 pm
by
Praktisi Hukum, Edi Danggur

JAKARTA-Presiden RI kedua, Soeharto pernah dijuluki sebagai rajanya nepotisme di Indonesia.

Betapa tidak, penguasa orde baru (orba) 32 tahun ini memberi banyak keuntungan kepada keluarga dan koleganya.

Namun seiring berjalannya waktu, praktek nepotisme ala Soeharto ini ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan saat ini.

Pasalnya, nepotisme yang dipraktekkan rezim Jokowi sudah sangat fatal.

“Saya kira, era Jokowi ini, nepotismenya kategori fatal attraction yang melebihi nepotisme yang pernah dipraktekkan Soeharto,” ujar praktisi hukum Edi Danggur di Jakarta, Sabtu (4/11).

Edi mengaku sulit melihat hal positif dari atraksi fatalnya Jokowi di akhir masa jabatannya.

Sayangnya banyak pemujanya yang akhirnya tidak kritis.

“Kita bangga dengan Jokowi karena prestasi spektakuler di bidang pembangunan infrastruktur. Tetapi ada hal yang sulit dicari rasionalisasinya, mulai dari skandal Mahkamah Konstitusi (MK), pencawapresan Gibran, kata-katanya yang sulit dipegang,” jelasnya.

“Katanya, Gibran tidak mungkin jadi cawapres karena dua hal. Pertama, baru dua tahun pengalaman jadi walikota. Kedua, usia masih di bawah 40 tahun. Tetapi Jokowi justru paksakan Gibran jadi cawapres,” ujar Edi lagi.

Edi menilai, memaksakan anak sulungnya bersanding dengan Prabowo sulit diterima akal sehat.

Maklum, pada pemilu 2014 dan 2019, Prabowo adalah musuh politik Jokowi.

Sehingga membiarkan anaknya bersanding dengan Prabowo bisa berakibat fatal.

“Saya sulit berusaha melihat kemungkinan bahwa Jokowi bukan ingin berkuasa tapi ingin mengamankan pembangunan yang sudah dimulai,” tegasnya.

Dia mengatakan ada pertanyaan besar untuk menilai niat baik Jokowi ini:

Pertama, jika benar Jokowi punya niat baik seperti itu, apakah tujuan baik itu harus dilakukan dengan cara melanggar hukum dan etika? Tidak patut MK sebagai institusi negara paling berwibawa digunakan untuk memuluskan pencawapresan Gibran.

Kedua, Jokowi mempraktekkan nepotisme. Ini tidak hanya melanggar TAP MPR No. XI/MPR/1998 tetapi juga UU No. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999.

Kedua produk hukum berisi pedoman bagi Penyelenggara Negara untuk menjalankan pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Ketiga, apakah hanya anaknya Gibran yang mampu mengamankan pembangunan yang sudah dimulai? Apakah diantara 270 juta jiwa tidak ada orang hebat yang punya komitmen yang sama untuk mengamankan pembangunan yang sudah ada?

Keempat, menurut saya, nepotisme yang dipraktekkan Jokowi sudah sangat fatal. Fatal attraction yang melebihi nepotisme yang pernah dipraktekkan Soeharto.

Kelima, kata-kata Jokowi sekarang sudah tidak bisa jadi pegangan lagi.

Katanya, mana bisa Gibran jadi cawapres.

Alasannya: Pertama, jadi walikota saja baru 2 tahun. Kedua, usia juga masih muda, di bawah 40 tahun, tidak bisa jadi cawapres. Eh malahan iparnya di MK dipakai untuk meloloskan Gibran.

“Saya berharap, rakyat tidak marah, masih bisa bersabar. Sebab, kalau sampai rakyat hilang kesabarannya, bukan tidak mungkin Jokowi diturunkan secara paksa dari kursi presiden sebelum jabatannya berakhir,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Jadi Daya Tarik Investor, Menperin Apresiasi Paviliun Indonesia di WEF 2019

JAKARTA-Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto memberikan apresiasi terhadap Paviliun Indonesia

Optimalisasi Sinergi BUMN dan Swasta, Kunci Pertumbuhan Ekonomi Inklusif

JAKARTA-Memasuki era kebangkitan ekonomi dalam negeri, kolaborasi antara Swasta dengan