Edi Danggur: Seharusnya Paman Gibran Dipecat Tidak Hormat

Thursday 9 Nov 2023, 12 : 34 pm
by
Praktisi Hukum, Edi Danggur

JAKARTA-Pengamat hukum dari Fakultas Hukum Unika Atmajaya Jakarta, Edi Danggur menilai putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Nomor 02/MKMK/L/11/2023 tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, Anwar Usman tidak konsisten antara kesimpulan dan amar putusan.

Bahkan ketidakkonsistenan ini terlihat antara amar putusan butir 1 dan butir 2.

“Padahal, kalau sudah menyimpulan bahwa Anwar Usman telah melakukan pelanggaran berat, maka seharusnya diberikan sanksi paling berat,” jelasnya di Jakarta, Kamis (9/11).

Sebelumnya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam amar putusannya menyatakan Anwar Usman terbukti melanggar etik berat.

Anwar pun dijatuhi sanksi pencopotan dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Dalam putusan itu, Jimly mengungkapkan 13 poin kesimpulan.

Lima di antaranya membeberkan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Anwar Usman.

Berikut ini kesimpulan lengkap MKMK:

1. Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.

2. Pasal 17 ayat (6) dan ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi.

3. Dalil yang memadankan Putusan DKPP terkait dengan Keputusan KPU dengan Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terkait Putusan perkara pengujian undang-undang, tidak tepat.

4. Majelis Kehormatan tidak menemukan cukup bukti untuk dapat menyatakan Hakim Terlapor [Anwar Usman] memerintahkan adanya pelanggaran prosedur dalam proses pembatalan pencabutan permohonan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

5. Majelis Kehormatan tidak menemukan bukti Hakim Terlapor telah berbohong terkait alasan ketidakhadiran dalam RPH pengambilan putusan perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023, melainkan Hakim Terlapor justru tidak merasa adanya benturan kepentingan yang nyata.

Edi menilai, sanksi yang dijatuhkan kepada Ipar Jokowi ini aneh.

Sebab, sanksi etik ada 3 tingkatan: teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim konstitusi (Vide Pasal 41 Peraturan MK No.1/2023).

Dengan demikian, kalau bunyi amar putusan butir 1 mengatakan terbukti Anwar Usman melakukan pelanggaran berat maka harus diikuti amar butir 2: menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat sebagai hakim konstitusi (Vide Pasal 47 PMK).

Sikap tidak konsisten ini yang membuat Prof Bintan R. Saragih menyampaikan pendapat yang berbeda dan mengatakan Anwar Usman patut dijatuhkan sanksi terberat: berhentikan Anwar Usman sebagai hakim konstitusi.

Dia melihat, perbedaan sikap di antara mereka, bisa dimengerti. Sebab Prof Bintan ini akademisi tulen.

Secara etik, pasti lebih terasah dan tidak terkontaminasi kepentingan non hukum.

“Sedangkan Wahududdin adalah hakim konstitusi yang masih aktif dan Jimly adalah mantan Ketua MK,” ungkapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kita, Corona dan Perang Dagang

Oleh: MH Said Abdullah Banyak pihak, termasuk saya meyakini tahun

Kejagung Sita Smelter Timah, Pakar Hukum UI: Pengangguran Terbuka Makin Parah

JAKARTA – KEJAKSAAN Agung (Kejagung) telah melakukan penyitaan terhadap 5