‘Fintech Lending’ Perlu Payung Hukum Kuat

Jumat 15 Jan 2021, 5 : 16 pm
by
Anggota Komisi XI DPR-RI dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam

Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengungkap bahwa produk keuangan lainnya seperti perbankan, multifinance, asuransi, hingga LKM semuanya memiliki payung undang-undang.

Saat ini, regulasi yang digunakan fintech adalah Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016, namun aturan itu belum bisa membedakan sistem operasi antara fintech yang sudah berizin dan terdaftar, lebih-lebih mengatur pinjaman online (pinjol) yang dianggap ilegal.

“Fintech ini kan karena bayi baru lahir, berpegang pada Peraturan OJK. Ini memiliki implikasi hukum, karena sepanjang kita berdiskusi, sebagian besar menyebut pinjaman online itu pinjaman yang ilegal. Kenapa mereka bisa hadir? Karena ada kekosongan atau ruang hukum, karena ketika menangkap pinjol harus under UU ITE, dimana sebagian besar yang dirugikan pinjol mereka menolak melapor ke polisi,” kata Sekjen AFPI.

Hal inilah yang kemudian menjadi concern utama asosiasi fintech. Meski pihak asosiasi berkeinginan untuk menyetop maraknya pinjaman online, namun ia mengaku belum mendapat support dari sisi regulasi.

Menurut Sunu, jika ingin menghilangkan pinjol, maka jalan satu-satunya dengan membuat aturan yang hanya membolehkan fintech lending yang resmi terdaftar di OJK untuk dapat beroperasi.

“Kuncinya, pertama, kita sangat mendukung disahkannya UU Perlindungan Data Pribadi, sehingga yang tidak memiliki izin akan melanggar hukum. Terkait perlu tidaknya aturan yang lebih tinggi dari POJK yang sudah ada, menurut kami, perlu dipertimbangkan masak-masak adanya suatu UU Fintech, karena jangan sampai ada celah hukum bagi oknum yang berkegiatan ilegal, tetapi tidak bisa ditangkap hukum. Law enforcement seperti ini yang kami butuhkan untuk meredam pinjol ilegal,” pintanya.

Sebelumnya dipaparkan, adanya pemahaman yang keliru antara fintech pendanaan atau peer-to-peer lending (P2P) dengan pinjol.

Secara tegas, pinjol dipastikan ilegal karena tidak terdaftar ataupun tidak mendapatkan izin OJK.

Selain itu, pinjol dipastikan tidak melakukan proses identifikasi, seleksi, dan proses skoring secara benar terhadap setiap calon penerima pinjaman. Perbedaan lainnya, identitas dan pengurus pinjol hingga alamat kantornya tidak jelas.

Yang mengerikan, sebagai jaminannya pinjol menggunakan data pribadi pengguna secara bebas.

“Untuk saat ini jika UU Fintech masih agak perlu waktu lama, kami harap di tengah OJK yang sedang melakukan revisi POJK 77/2016, aturan tersebut dapat memberikan ruang gerak fleksibilitas untuk inovasi dalam pemberian pinjaman. Terus terang, aturan yang sudah ada punya banyak restriksi yang akan sangat menghambat ruang gerak fintech ke depannya. Meskipun OJK sudah mengakomodasi masukan kami sehingga beberapa dihilangkan, tapi ini belum final, kami tetap mengharapkan dukungan agar industri ini mampu tumbuh,” tutup Sunu.

Komentar

Your email address will not be published.

Don't Miss

PermataBank Catat Kenaikan Laba Bersih 18%

JAKARTA-PT Bank Permata Tbk (“PermataBank”) mengumumkan laba bersih setelah pajak

Kemendag Minta Produsen Tingkatkan Ekspor Stainless Steel ke Malaysia

JAKARTA-Setelah dinyatakan lolos penyelidikan antidumping, perusahaan-perusahaan Indonesia dapat segera meningkatkan