Gubernur BI: Jika Ekonomi Membaik NPL Akan Semakin Rendah

Friday 30 Oct 2015, 4 : 32 pm
by
MenkeuI, Agus Martowardoyo

JAKARTA-Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo masih optimis kalau rasio kecukupan modal (Non Performing Loan/NPL) akan semakin bisa dikendalikan ke depannya, tatkala pertumbuhan ekonomi semakin membaik. Pasalnya, di tengah perekonomian yang masih melambat ini, laju ekspansi kredit yang berpotensi bermasalah bisa saja terjadi.  Apalagi potensi suku bunga acuan AS juga ada kemungkinan naik di ujung tahun ini. “Yang paling utama adalah, kalau pertumbuhan ekonomi meningkat 4,85 persen (di triwulan III) atau sesuai yang kami yakini di angka 4,7-5,1 persen, itu bagus bagi pergerakan ekonomi, usaha, serta membuat ekspansi kredit menjadi baik, dengan begitu akan berdampak pada potensi NPL bisa mudah dikendalikan,” tutur Agus di komplek Gedung BI, Jakarta, Jumat (30/10).

Dari data BI, memang pada Agustus 2015 lalu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) industri masih kuat, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen, yaitu di angka 20,5 persen. Sementara itu, NPL tetap rendah dan berada di kisaran 2,8 persen (gross) atau 1,4 persen (net).

Sementara dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 10,9 persen (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan DPK pada Agustus 2015 tercatat sebesar 13,2 persen (yoy). “Ke depan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan makroprudensial oleh BI, pertumbuhan kredit diperkirakan akan terus meningkat,” jelasnya.

Meski begitu, pihak BI tetap harus mewaspadai laju NPL ini. Apalagi seiring seiring dengan pernyataan Bank Sentral AS, The Fed yang membuka peluang kenaikan suku bunga acuannya di akhir tahun ini. “Saya lihat bahwa NPL (gross) masih jauh di bawah 5 persen. Tapi perlu diwaspadai kondisi di luar negeri, apalagi jika Fed Fund Rate naik. Artinya sekalipun masih di bawah 5 persen, tapi kita tetap harus waspada,” imbuhnya.

Sebab dengan kenaikan suku bunga acuan AS ini dapat berdampak menguatnya dolar terhadap mata uang lain di seluruh dunia dan kemudian secara langsung bisa memengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan yang memiliki pinjaman valas dalam dolar. “Karena dolar yang menguat itu bisa berdampak ke perusahaan kita yang punya pinjaman di luar negeri saat jatuh tempo,” kata Agus. “Sehingga ketika mau perpanjang pinjamannya akan ada risiko kesulitan untuk dapat pinjaman perpanjangan. Hal-hal seperti ini musti kita antisipasi pada kredit bermasalah,” imbuhnya.

Mesi begitu, optimisme BI ditopang oleh stabilitas sistem keuangan domestik sendiri yang tetap solid. Hal ini karena disokong oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. BI sendiri menilai, ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko-risiko dari kredit, likuiditas, dan pasar yang masih cukup terjaga. (TMY)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Semester Pertama, Kerugian Bank Jago Bengkak Jadi Rp50,91 Miliar

JAKARTA-Pada Semester I-2020, PT Bank Jago Tbk (ARTO) mengalami kenaikan

Pluralisme Ekonomi Jadi Bom Waktu

JAKARTA-Pluralisme bidang ekonomi di Indonesia dinilai belum adil, karena distribusi