“BUMN dianggap belum berperan optimal dalam meningkatkan kesejahteraan mereka atau mewujudkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yakni kemakmuran rakyat,” terangnya.
“Penilaian ini terutama jika dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah beroperasinya BUMN. Bahkan tidak hanya kemiskinan, kesenjangan, tetapi juga masih banyak masyarakat khususnya di wilayah timur Indonesia yang masih sulit mendapatkan air bersih dan listrik,” ujar Tulus Tambunan yang juga.
Menurut data BPS per Maret 2017, tingkat kemiskinan di daerah di mana BUMN beroperasi khususnya pertambangan dan perkebunan, seperti di Aceh, Sumatera Selatan, Papua dan Papua Barat, tingkat kemiskinannya jauh diatas rata-rata nasional, yang hanya mencapai 10,64%.
Direktur Center for Industry, SME & Business Competition Studies, Universitas Trisakti itu menjelaskan lebih lanjut, potensi besar yang dimiliki oleh BUMN tidak tergarap dengan baik. Program “bapak angkat” yang diemban BUMN belum membuahkan hasil, meski sudah dicanangkan sejak Orde Baru.
“Bahkan terkesan program bapak angkat hanya program bagi bagi dana yang belum mengena dari tujuan utamanya. Selain itu, dana yang disisihkan 1-3 % dari keuntungan BUMN dinilai sampai kini belum efektif dalam pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM),” ujar Tulus dengan mengutip hasil penelitian Ekonom Universitas Gadjahmada Prof. Mudrajat Kuncoro, PhD yang dimuat dalam sebuah media nasional.
Oleh karena itu, Tulus Tambunan menegaskan, BUMN seharusnya melaksanakan amanat pasal 33 UUD NRI 1945 yaitu kemakmuran dan tidak hanya terfokus pada mengejar keuntungan.
Keuntungan hanyalah sebagai syarat utama agar BUMN melaksanakan amanat UUD NRI 1945 dan bukan terfokus pada mengejar keuntungan.
Dalam pandangan Guru Besar Universias Trisakti ini, keuntungan hanya sebagai syarat utama agar BUMN dapat berperan optimal dan bukan sebagai tujuan pendirian BUMN.
“Dalam konteks ini, BUMN harus mengatasi ketimpangan dan kemiskinan masyarakat Indonesia. BUMN harus bisa mengatasi kesulitan 27 juta penduduk Indonesia yang mengalami krisis air bersih dan sekaligus mengatasi kendala atau hambatan masyarakat dalam memiliki akses air minum bersih. Data yang dikeluargkan UNICEF menunjukkan, satu dari 8 rumah tangga di Indonesia tidak memiliki akses ke air minum bersih. Pertanyaannya, dimana peran PAM selama ini ?” ujar Tulus Tambunan