Hukum Bukan Sekedar UU

Friday 20 Oct 2017, 1 : 49 pm
kuasa hukum ahli waris menolak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai eksekutor atas putusan Pengadilan.
Praktisi Hukum Edi Danggur, S.H., M.M., M.H

Ini tentu saja merupakan fiksi hukum. Sebab, dalam kenyataannya tidak akan pernah ada orang yang bisa menghafal semua UU yang telah diundang-undangkan, apalagi menghafal pasal-pasal.

Namun demikian, agar setiap orang tidak menjadikan ketidaktahuannya sebagai alasan pemaaf untuk menghindar hukuman, maka ada adagium yang juga berlaku secara universal: ignorantia legis excusat neminem – ketidaktahuan akan hukum atau UU tidak dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf.

Seorang kepala daerah yang menerbitkan dan mengijinkan beroperasinya tambang di dalam kawasan hutan, tidak dapat mengatakan: mohon dimaafkan (tidak dihukum) karena saya tidak tahu ada larang menambang dalam kawasan hutan tanpa ijin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan.

Hukum Sebagai Sistem

Ada anggapan pula anggapan bahwa UU yang begitu banyak, pasti saling tumpang tindih atau saling bertentangan satu sama lain, sehingga terjadi chaos atau mass of rules.

Anggapan itu sama sesatnya dengan anggapan pertama di atas. Sebab belajar ilmu hukum itu bukan sekedar menghafal pasal-pasal.

Seolah-olah kalau ada banyak pasal yang dihafal, orang merasa sudah memahami hukum.

Hukum hanya bisa dipahami sebagai suatu system atau structured whole , bukan sekedar kumpulan atau penjumlahan peraturan perundang-undangan yang berdiri sendiri-sendiri.

Maka arti pentingnya hukum justru terletak dalam hubungannya yang begitu sistematis antara peraturan hukum yang satu dan peraturan hukum yang lainnya.

Sebagai satu system, hukum itu merupakan suatu tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.

Tiap-tiap unsur itu saling berinteraksi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.

Tidak ada konflik dan memang tidak diharapkan ada konflik, pertentangan atau kontradiksi antar bagian-bagian atau antar unsur-unsur tersebut.

Kalau terjadi konflik maka akan segera diselesaikan oleh dan di dalam system itu sendiri. Sistem itu sendiri tidak menghendaki konflik yang berlarut-larut.

Sistem hukum merupakan system terbuka, karena system hukum merupakan kesatuan unsur-unsur yang dipengaruhi oleh factor-faktor di luar hukum: kebudayaan, social, ekonomi, budaya, sejarah dan sebagainya.

Sebaliknya, system hukum itu sendiri mempengaruhi factor-faktor di luar system hukum tersebut.

Itu yang membuat peraturan-peraturan hukum tersebut terbuka luas untuk ditafsir atau diinterprestasi.

Seperti dikatakan di atas, senyatanya tidak ada konflik antara peraturan-peraturan dalam hukum sebagai suatu system itu.

Tetapi karena setiap manusia mempunyai kepentingan berbeda satu sama lain, maka masing-masing berpegang teguh pada peraturan yang dianggap menguntungkan dirinya.

Tidak mau tahu lagi peraturan lainnya. Sebab semua peraturan lainnya dianggap salah.

Bagaimana mengatasi anggapan adanya konflik antar pasal atau antar UU yang satu dengan UU lainnya? Sistem hukum itu sifatnya lengkap.

Artinya, kalau ada pasal atau UU yang tidak lengkap maka ketidaklengkapan atau kekurangan dalam system itu akan dilengkapi oleh system itu sendiri.

Caranya, dengan adanya penafsiran-penafsiran maupun pemberlakuan asas-asas hukum atau adagium-adagium hukum yang universal.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kuartal I, Penyerapan Anggaran Pemkot Tangsel Capai 20%

TANGSEL-Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel), mengklaim penyerapan anggaran di kuartal

Abaikan Rekomendari Bawaslu, DKPP Periksa 16 Penyelenggara Pemilu Pusat dan Daerah

JAKARTA-Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran